Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Siasat Wali Kota Ridho Yahya Kembangkan Potensi Nanas Prabumulih yang Terkenal Manis

Kompas.com - 08/06/2023, 15:54 WIB
Yogarta Awawa Prabaning Arka,
Teuku Muhammad Valdy Arief

Tim Redaksi

 

KOMPAS.com - Prabumulih dikenal sebagai kota penghasil nanas termanis di Indonesia. Kota yang terbentuk dari hasil pemekaran Kabupaten Muara Enim ini merupakan daerah perlintasan antara kota-kota kabupaten dan Ibu Kota Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel).

Wali Kota Prabumulih Ridho Yahya menjelaskan, wilayah yang dipimpinnya itu merupakan kota dagang dan jasa karena berada di tengah perlintasan kabupaten dan kota Sumsel. Tak hanya itu, kota ini juga dikenal sebagai kota gas dan minyak.

Hal itu karena 96 persen warga di Prabumulih telah menikmati jaringan gas bumi untuk rumah tangga. Atas pencapaian ini, Prabumulih dijuluki sebagai Kota Gas terbesar di Indonesia.

“Prabumulih memiliki banyak julukan. Hal ini menandakan banyaknya potensi yang bisa digali dari Prabumulih,” kata Ridho saat berkunjung ke kantor Kompas.com di Jakarta, Selasa (30/5/2023).

Baca juga: Walkot Ridho Sebut “Fokus” Jadi Kunci Keberhasilan Program Kerja Pemkot Prabumulih

Mengenai nanas, Ridho menjelaskan bahwa buah yang dihasilkan Prabumulih ini mengandung kadar air yang tinggi sehingga memiliki rasa manis. Ini yang membuat nanas Prabumulih banyak disukai masyarakat.

Meski demikian, pihaknya tidak puas hanya menjual rasa nanas saja. Terlebih, nanas memiliki masa kadaluarsa. Di sisi lain, kulit nanas, termasuk daunnya, juga kerap terbuang percuma sebagai limbah atau hanya digunakan sebagai pakan ternak.

Pihaknya kemudian melihat potensi lain dari kulit nanas, yakni diinovasikan sebagai pewarna baju dan diolah secara tradisional. Warna yang dihasilkan dari daun nanas memiliki corak yang lembut. Cocok digunakan untuk bahan berwarna putih.

Tak hanya kulit, Ridho menjelaskan bahwa daun nanas juga dapat dijadikan serat. Ia menjelaskan bahwa benang yang dihasilkan dari serat daun nanas Prabumulih merupakan yang terkuat di Indonesia. Uji laboratorium soal ini sudah dilakukan setelah dilakukan di Institut Pertanian Bogor (IPB).

“Ekspor benang dari daun nanas memiliki banyak keuntungan, seperti permintaan tidak terbatas, kuat, serta tidak memiliki tenggat kadaluarsa,” ujarnya.

Ridho melanjutkan, saat ini, pihaknya sudah mengadakan kesepakatan dengan perusahaan di Singapura untuk melakukan ekspor benang dari daun nanas. Sayangnya, ada tantangan berupa ketersediaan alat pengolah daun nanas menjadi benang.

"Perusahaan itu minta ekspor sebesar 2 ton per bulan, sedangkan kami hanya mampu menyediakan 200 kilogram (kg) (karena keterbatasan alat)," kisahnya.

Oleh karena itu, ia berharap agar pemerintah pusat atau Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dapat membantu Pemerintah Kota (Pemkot) Prabumulih dalam menyediakan alat pengolah benang dari kulit nanas. Dengan demikian, pihaknya dapat memenuhi kebutuhan ekspor benang berbahan baku kulit nanas hingga ke Eropa.

“Produk benang dari kulit nanas yang dihasilkan Prabumulih juga diminati di Eropa. Ini karena benangnya kuat dan ramah lingkungan. Jika diekspor ke Eropa, harganya bisa mencapai Rp 360.000 per kg. Sementara, di Singapura, harganya hanya Rp 180.000 per kg,” ujar Rido.

Program pemberdayaan masyarakat

Saat mengunjungi Kompas.com, Ridho tak hanya bercerita mengenai potensi wilayah yang ia pimpin itu. Sisi lain mengenai tantangan yang dihadapinya pun turut ia bagi. Ia menjelaskan bahwa dirinya menghadapi beragam tantangan yang harus segera diselesaikan, mulai dari kemiskinan, pengangguran, hingga infrastruktur.

Untuk mengatasi tantangan kemiskinan dan pengangguran, kata dia, Pemkot Prabumulih memiliki program pembinaan Lembaga Pelatihan Kerja (LPK) untuk mengembangkan keterampilan masyarakat. Pemkot juga mendorong sejumlah LKP untuk menjalin kerja sama dengan banyak industri.

Selain itu, Pemkot Prabumulih juga bekerja sama dengan banyak perusahaan untuk penempatan tenaga kerja dari Prabumulih. Salah satunya dengan perusahaan tekstil terbesar Asia Tenggara, PT Sri Rejeki Isman (Sritex) di Sukoharjo, Jawa Tengah.

Ridho mengaku bahwa dirinya kerap membantu dan mendampingi warga Prabumulih secara langsung untuk melamar. Tak jarang, ia juga ikut menjaminkan diri kepada pengusaha. Dengan demikian, warga Prabumulih bisa bekerja di perusahaan mereka.

Baca juga: BERITA FOTO: Progres Tol Indralaya-Prabumulih, Dibuka Fungsional Saat Mudik Lebaran 2023

“Jika Wali Kota yang melamarkan secara langsung, perusahaan menjadi lebih yakin (dengan yang bersangkutan). Kini, warga Prabumulih sudah bekerja di berbagai daerah di Indonesia, Singapura, serta Jepang. Semua biaya, termasuk pembuatan visa, ditanggung Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD),” ujar Ridho.

Tak hanya itu, Pemkot Prabumulih juga memiliki program infak pegawai. Melalui program ini, pegawai negeri yang bekerja di jajaran pemkot wajib ikut menyisihkan gajinya untuk membantu program pengentasan kemiskinan di Prabumulih. Salah satunya untuk membangun unit rumah masyarakat tidak mampu.

Melalui program tersebut, Pemkot Prabumulih mampu membangun sekitar 10 rumah baru untuk orang miskin per bulan. Dengan demikian, total rumah yang telah dibangun per tahun, yakni sekitar 120 rumah.

Berkat program tersebut, Pemkot Prabumulih mendapatkan rekor MURI untuk kategori program bangun rumah tanpa menggunakan dana APBD.

“Selain itu, Pemkot Prabumulih juga mendapatkan beberapa rekor Museum Rekor Dunia Indonesia (MURI), di antaranya ‘isbath nikah dengan pemohon terbanyak untuk kategori kota kecil’ serta ‘kegiatan bakti sosial kesehatan serentak dengan jenis pelayanan terbanyak’.

Bijak mengelola sumber daya alam

Dilihat dari riwayatnya, Prabumulih menjadi bagian dari sejarah perminyakan di Sumsel. Ridho menjelaskan bahwa sejak zaman Belanda, sumber daya minyak dan gas Prabumulih sudah dieksplorasi. Meski demikian, hasil sumber daya itu tidak sepenuhnya dapat dinikmati oleh warga Prabumulih. Hal ini terlihat dari tingginya angka kemiskinan di wilayah ini. Hal itulah yang baru ia sadari saat baru menjabat sebagai Wali Kota.

Padahal, selain gas, Prabumulih juga memiliki potensi batu bara. Meski demikian, Ridho memastikan bahwa tidak akan ada aktivitas eksploitasi tambang batu bara selama dirinya menjabat. Pasalnya, penambangan batubara menghasilkan dampak buruk pada lingkungan yang lebih besar ketimbang minyak. Kebijakan yang diberlakukannya itu dijalankan dengan tujuan untuk menjaga kepentingan masyarakat, memelihara ekosistem, serta kelestarian lingkungan.

Baca juga: Mudik Lebaran, Rest Area Tol Indralaya-Prabumulih Mulai Berfungsi

“Saya mengatasi kemiskinan di Prabumulih melalui program infak pegawai, bukan dari hasil minyak dan gas,” kata Ridho.

Dengan pertimbangan tersebut, Ridho akan menyimpan cadangan batu bara serta serta sumber daya alam lainnya untuk kebutuhan generasi di masa depan. Ia tidak ingin, generasi di masa depan tidak dapat menikmati sumber daya alam yang tersisa karena sudah habis dieksplorasi.

“Saya harap, Wali Kota berikutnya bisa tetap mempertahankan kebijakan saya untuk menolak penambangan batu bara. Pemerintah pusat juga harus menghormati kepala daerah yang menolak izin penambangan. Sebab, mereka lebih tahu kondisi daerahnya sekaligus ingin menjaga kondisi lingkungan di daerah di tengah isu pemanasan global,” ujarnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Partai di Brebes Buka Penjaringan Pilkada, Mantan Wakil Bupati dan Sejumlah Petani Bawang Ambil Formulir

Partai di Brebes Buka Penjaringan Pilkada, Mantan Wakil Bupati dan Sejumlah Petani Bawang Ambil Formulir

Regional
Jasad Korban Penembakan KKB Belum Dipindahkan karena Pesawat Takut Terbang ke Homeyo

Jasad Korban Penembakan KKB Belum Dipindahkan karena Pesawat Takut Terbang ke Homeyo

Regional
Klaim Dapat Dua Rekomendasi Golkar, Dico Bisa Pilih Maju di Pilkada Jateng atau Kendal

Klaim Dapat Dua Rekomendasi Golkar, Dico Bisa Pilih Maju di Pilkada Jateng atau Kendal

Regional
Cegah PMK Jelang Idul Adha, Pedagang di Solo Diminta Tak Datangkan Sapi dari Luar Daerah

Cegah PMK Jelang Idul Adha, Pedagang di Solo Diminta Tak Datangkan Sapi dari Luar Daerah

Regional
Raker Konwil I Apeksi Pekanbaru Dimulai, Ini Rangkaian Kegiatannya

Raker Konwil I Apeksi Pekanbaru Dimulai, Ini Rangkaian Kegiatannya

Kilas Daerah
Jadi Narsum HTBS, Pj Nurdin Paparkan Upaya Pemkot Tangerang Tanggulangi Tuberkulosis

Jadi Narsum HTBS, Pj Nurdin Paparkan Upaya Pemkot Tangerang Tanggulangi Tuberkulosis

Regional
Promosikan Produk Unggulan Koperasi dan UMKM, Pemkot Semarang Gelar SIM

Promosikan Produk Unggulan Koperasi dan UMKM, Pemkot Semarang Gelar SIM

Regional
Ingin Tetap Oposisi, PKS Solo Tolak Bergabung ke Prabowo-Gibran

Ingin Tetap Oposisi, PKS Solo Tolak Bergabung ke Prabowo-Gibran

Regional
Balihonya Bermunculkan Jelang Pilkada, Ketua PPP Magelang Beri Penjelasan

Balihonya Bermunculkan Jelang Pilkada, Ketua PPP Magelang Beri Penjelasan

Regional
Warga Pesisir Lampung Ikuti Sekolah Lapang Iklim

Warga Pesisir Lampung Ikuti Sekolah Lapang Iklim

Regional
Antisipasi Kebocoran PAD, Dishub Kota Serang Terapkan Skema E-Parkir

Antisipasi Kebocoran PAD, Dishub Kota Serang Terapkan Skema E-Parkir

Regional
Prakiraan Cuaca Semarang Hari Ini Jumat 3 Mei 2024, dan Besok : Berawan Sepanjang Hari

Prakiraan Cuaca Semarang Hari Ini Jumat 3 Mei 2024, dan Besok : Berawan Sepanjang Hari

Regional
WNA Ilegal Masuk Indonesia via Tanjung Balai Diserahkan ke Kejaksaan

WNA Ilegal Masuk Indonesia via Tanjung Balai Diserahkan ke Kejaksaan

Regional
Tanaman Pisang di Ende Terserang Penyakit Darah Pisang

Tanaman Pisang di Ende Terserang Penyakit Darah Pisang

Regional
Dosen Unika Atma Jaya Daftar Jadi Calon Gubernur NTT di Partai Gerindra

Dosen Unika Atma Jaya Daftar Jadi Calon Gubernur NTT di Partai Gerindra

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com