Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengatakan, penetapan Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G Plate sebagai tersangka kasus dugaan korupsi sempat tertunda.
Menurut Mahfud, kasus yang menjerat Johnny sudah diteliti berulang-ulang karena beririsan dengan politik.
Meski demikian, Mahfud menegaskan bahwa penahanan Johnny sudah sesuai hukum dan tidak berkaitkan dengan politik.
"Kan sudah agak lama isunya. Tapi agak terlambat, karena ini diteliti berulang-ulang karena ini beririsan dengan politik. Nanti kalau ditindak dibilang, 'Oh ini tindakan politik, ini karena punya masalah politik'. Saya bilang, hati-hati," tuturnya di Kabupaten Kampar, Riau, Rabu malam.
Ia menambahkan, penetapan Johnny G Plate sebagai tersangka sebenarnya sudah tertunda satu atau dua minggu karena diteliti lagi agar tidak salah.
Lalu, Mahfud meminta apabila bukti sudah cukup agar jangan menunda penetapan tersangka. Pasalnya, menunda penetapan tersangka itu salah secara hukum.
Baca selengkapnya: Mahfud MD Ungkap Penetapan Tersangka Johnny Plate Sempat Tertunda: Agar Tidak Jadi Isu Politik
Irfan Jauhari menjadi salah satu pemain Timnas Indonesia U-22 yang sukses menjebol gawang Timnas Thailand dalam pertandingan final sepak bola SEA Games 2023, Selasa (16/5/2023). Indonesia berhasil meraih medali emas setelah mengalahkan Thailand dengan skor 5-2.
Ayah Irfan, Marsidi (52), menuturkan, putranya tersebut kadang meneleponnya untuk meminta nasihat saat akan menghadapi lawan yang dirasa berat. Salah satunya saat hendak melawan Vietnam.
“Sempat mengaku berat saat melawan Vietnam, tapi saya bilang lawan berat adalah Thailand,” jelasnya, Rabu.
Pesepak bola yang membela klub Persis Solo itu juga sempat bertanya bagaimana menjaga semangat ketika bertemu lawan berat seperti Vietnam.
"Ya saya bilang main bola itu oper oper saja, nanti gol akan datang dengan sendirinya,” terangnya.
Baca selengkapnya: Irfan Jauhari, Anak Petani dari Ngawi, Sang Pembobol Gawang Thailand
HSN (50), seorang pimpinan pondok pesantren (ponpes) di Kecamatan Sikur, Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat, ditahan oleh polisi lantara diduga melakukan kekerasan seksual terhadap santriwati.
Nuryanti Dewi, Ketua Koalisi Stop Kekerasan Perempuan dan Anak sekaligus Ketua Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Apik menjelaskan, korban HSN mencapai 41 orang. Meski demikian, baru dua korban yang berani melapor.
HSN diduga melakukan tindak perkosaan sejak 2016 hingga 2023.
"Catatan kami, 41 orang korban, kami memberikan perlindungan kepada mereka, karena semua korban masih dalam kondisi tertekan dan trauma," paparnya, Kamis.
Sementara itu, Kepala Kepolisian Resor (Kapolres) Lombok Timur AKBP Herry Indra Cahyono mengungkapkan, terkait kabar jumlah korban mencapai 41 orang, ia mengaku belum bisa memastikan karena korban yang melapor baru dua orang.
Baca juga: Lagi, Pimpinan Ponpes Ditahan, Diduga Lakukan Kekerasan Seksual pada 41 Santriwati
Sumber: Kompas.com (Penulis: Kontributor Pekanbaru, Idon Tanjung; Kontributor Magetan, Sukoco; Kontributor Kompas TV Mataram, Robertus Belarminus | Editor: David Oliver Purba, Maya Citra Rosa, Teuku Muhammad Valdy Arief, Pythag Kurniati, Robertus Belarminus)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.