Namun, TR selaku pengurus perusahaan mengajukan permohonan sertifikat hak milik di atas tanah milik negara pada 2029.
Tanah yang diajukan tersebut berada di eks HGU perusahaan tersebut.
Tujuan pengajuan sertifikat tanah, untuk mendapatkan pembayaran dari pengadaan tanah untuk pembangunan Makodim Aceh Tamiang.
Padahal, tanah yang diajukan untuk penerbitan sertifikat tersebut adalah tanah milik negara.
"Saat itu, TR dibantu M (Mursil) selaku Kepala Kantor BPN Aceh Tamiang membuat permohonan kepemilikan hak atas tanah tersebut untuk tujuan bertani dan berkebun. Setelah sertifikat tanah dikeluarkan, Pemerintah Kabupaten Aceh Tamiang melakukan ganti rugi tanah kepada TR dengan nilai Rp 6,4 miliar," kata Ali Rasab.
Baca juga: Korupsi Dana Covid Rp 1,5 Miliar, Eks Sekda Flores Timur Divonis 7,5 Tahun Penjara
Berdasarkan penyidikan, kata Ali Rasab, perbuatan melawan hukum diduga dilakukan Mursil yakni menerbitkan sertifikat hak milik di atas tanah negara dengan tujuan dijual kembali kepada negara.
Serta diduga memanipulasi beberapa dokumen persyaratan permohonan sertifikat hak milik tanah.
Sedangkan dugaan perbuatan melawan hukum tersangka TY, kata Ali Rasab, melakukan musyawarah dengan panitia pengadaan tanah tanpa kuasa pemegang hak dan alas tanah.
TY menerima pembayaran ganti rugi atas tanah untuk pembangunan Makodim tersebut.
Baca juga: Mantan Bupati Bireuen Aceh Diperiksa untuk Dugaan Korupsi Modal BPRS
TY juga diduga memanipulasi beberapa dokumen persyaratan permohonan sertifikat hak milik.
"Untuk tersangka TR, diduga mengajukan permohonan sertifikat hak milik atas tanah negara dengan tujuan menjual kembali kepada negara. TR juga menerima pembayaran ganti rugi tanah tersebut serta memanipulasi dokumen persyaratan permohonan sertifikat hak milik," kata Ali Rasab Lubis.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.