Dalam publikasinya, badak jawa menurut KLHK meningkat setiap tahun bahkan hingga Agustus 2022 jumlahnya mencapai 77 populasi walaupun yang terdeteksi kamera hanya 34 ekor.
“Walaupun tidak terekam kamera, tapi tetap dianggap ada karena tidak ditemukan bangkai atau tulang belulang yang menentukan badak tersebut sudah mati,” kata Riszki.
Soal kematian badak jawa, menurut dia tidak semua dipublikasikan oleh KLHK.
Misalnya kematian badak pada 2015, 2020, dan 2021, yang tidak diungkap ke publik.
Sementara, Direktur Auriga Nusantara, Timer Manurung menduga, menurunnya populasi badak berkaitan dengan pengelolaan TNUK yang disebut salah arah dalam beberapa tahun terakhir.
Timer menyoroti pembangunan Javan Rhino Study Conservation Area (JRSCA) yang menelan sebagian besar biaya konservasi badak dalam empat tahun terakhir.
JRSCA yang dibangun di dalam kawasan TNUK merupakan zona cagar alam.
“Tidak diperlukan fasilitas seperti JRSCA di Taman Nasional. Seharusnya di tempat baru sebagai tempat transit badak jawa sebelum dilepas liar ke hutan alam sekitarnya,” kata dia.
Namun demikian, temuan yang disampaikan oleh Auriga tidak boleh melupakan bahwa TNUK saat ini adalah taman nasional terbaik bagi habitat badak untuk terus bertumbuh.
“Kelahiran tahun demi tahun, bahkan lebih dari satu menunjukan reproduksi alaminya masih terjadi. Tinggal bagiamana memastikan kematian lain tidak terjadi dan tidak wajar,” kata Timer.
Selama 30 tahun, hanya ada satu kasus badak mati secara wajar karena usia tua. Sisanya karena penyakit atau seperti badak Samson yang ditemukan lubang peluru di tengkorak kepalanya.
Laporan yang dipublikasikan oleh Auriga disusun berdasarkan informasi berbagai sumber istimewa yang dikumpulkan sepanjang September 2022 hingga Maret 2023.
Kompas.com sudah mencoba menghubungi Kepala Balai TNUK, Anggodo, tapi belum ada jawaban.
Sementara, dikutip dari Kompas.id, Kepala Biro Hubungan Masyarakat (Humas) KLHK Nunu Anugrah menyebut masih menanyakan secara detail terkait isu hilangnya badak jawa ini ke Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.