KOMPAS.com - Sosiolog dari Universitas Indonesia, Imam Prasodjo, menilai kepolisian harus lebih cepat mendeteksi praktik-praktik kejahatan berkedok penggandaan uang untuk mencegah kasus 'dukun di Banjarnegara' terulang di masa mendatang.
Sebab, fenomena mistis atau klenik di Indonesia "relatif tebal" dan butuh "waktu yang panjang" untuk mendidik masyarakat agar berpikir rasional sehingga tidak mudah tertipu.
Sementara, kriminolog dari Universitas Indonesia, Josias Simon, mengatakan model kejahatan berlatar 'budaya' cukup banyak terjadi. Para pelaku biasanya menggunakan pola yang sama.
Adapun Kapolres Banjarnegara, Hendri Yulianto, mengimbau masyarakat agar berhati-hati dan jangan gampang percaya dengan janji orang atau pihak yang mengeklaim bisa menggandakan uang dengan cara instan.
Baca juga: Tergiur Kebohongan Dukun Slamet Bisa Gandakan Uang, Pasutri asal Lampung Suheri - Riani Gadai Mobil
Kriminolog dari Universitas Indonesia, Josias Simon, mengatakan penipuan mengatasnamakan penggandaan uang mempunyai pola sejenis.
Yakni mengaku diri sebagai kyai, mbah, atau eyang yang 'menggunakan ilmu pesugihan putih' untuk membantu menggandakan modal usaha ataupun membantu yang sedang terlilit utang/keterpukuran ekonomi.
Untuk meyakinkan calon korban, pelaku biasanya menambahkan foto uang bergepok-gepok ditambah testimoni keberhasilan uang gaib tersebut.
Cara itu dipakai untuk memanipulasi korban agar terlihat berhasil dan akhirnya banyak yang tertarik.
Baca juga: Jenazah Pasutri Korban Dukun Pengganda Uang Banjarnegara Dibawa Pulang ke Lampung
Bagi orang-orang yang sedang terlilit utang atau ingin dapat uang dengan mudah, metode itu menggiurkan.
Di media sosial, kata Josias, iklan-iklan penggandaan uang berseliweran.
Kasus penipuan dan pembunuhan oleh 'dukun' yang bisa menggandakan uang sudah berulang kali terungkap.
Baca juga: Viral Unggahan Akun Facebook Sastro Jendo yang Diduga Korban Dukun Mbah Slamet Banjarnegara
Pertama, karena kepercayaan masyarakat Indonesia pada dunia supranatural masih tebal.
Kedua, adanya perilaku yang ingin cepat berhasil atau kaya dengan jalan pintas. Mereka ini, kata dia, gampang dimanfaatkan oleh orang-orang yang mengaku dirinya sebagai 'orang pintar' - tak peduli apa latar belakang mereka.
Ketiga, rasionalitas masyarakat Indonesia tidak berkembang sehingga kerap terjebak penipuan.
"Jadi [fenomena dukun pengganda uang] ini menggambarkan perpaduan dunia mistis yang masih relati tebal dan desakan konsumerisme yang bergitu memborbardir sehingga orang jadi pragmatis, kepengen cari jalan pintas," imbuh Imam Prasodjo kepada BBC News Indonesia, Rabu (5/4/2023).
Baca juga: Penyesalan Mbah Slamet, Dukun Pengganda Uang yang Bunuh 12 Orang: Saya Ingin Bertobat
Menurut dia, satu-satunya jalan untuk mencegah berulangnya kasus serupa terjadi lagi di masa mendatang dengan gerak cepat polisi mengendus praktik-praktik penipuan tersebut agar tidak merajalela.
Sebab butuh waktu untuk mendidik masyarakat agar lebih rasional pada ilmu klenik.
"Kalau menyasar masyarakat yang gampang percaya [dukun], harus ada strategi khusus seperti pemetaan dan edukasi."
"Tapi pelaku yang mengaku dukun ini, harus ditertibkan supaya tidak jatuh korban. Kalau mulai ada praktik-praktik yang terindikasi penipuan ditertibkan, ditangkap."
Kepolisian sedang membuka posko pengaduan orang hilang untuk melacak identitas sebagian korban Tohari alias Mbah Slamet atau dukun pengganda uang di Banjarnegara, Jawa Tengah.
Sejauh ini polisi menemukan 12 jenazah yang dikubur di kebun milik Slamet di Desa Balun.
Tiga di antaranya telah teridentifikasi, namun sembilan lainnya sulit diidentifikasi lantaran hanya menyisakan tulang belulang.
Dugaan polisi, jasad-jasad itu sudah terpendam kira-kira enam bulan.
"Kita buat posko pengaduan masyarakat untuk data antemortem bagi yang merasa kehilangan keluarga," kata Kapolda Jawa Tengah, Ahmad Lutfhi di Mapolda Jateng, Rabu (5/4/2023).