“Ada lagi kasus baru (kekerasan dalam rumah tangga), sudah dua di desa kami,” ucap
Kepala Desa Malancan dalam suatu pertemuan pemangku kepentingan di Kabupaten Tua Pejat, Provinsi Sumatera Barat.
Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi dengan jumlah kekerasan seksual pada perempuan dan anak yang cukup tinggi.
Berdasarkan data Komnas Perempuan tahun 2021, jumlah angka kekerasan berbasis gender terhadap perempuan di Sumatera Barat mencapai 9.237 kasus.
Mayoritas merupakan kasus kekerasan dalam lingkup domestik atau keluarga yang dilakukan oleh orang-orang terdekat.
Sumatera Barat menjadi salah satu provinsi intervensi program Estungkara yang bertujuan mendorong kesetaraan untuk menghapus ketidakadilan dan diskriminasi.
Bersama mitra Yayasan Citra Mandiri Mentawai (YCMM), KEMITRAAN melakukan pendataan pada kurun waktu Agustus-November 2022, pada perempuan adat di Kepulauan Mentawai.
Dari 854 responden, sebanyak 113 di antaranya adalah perempuan kepala keluarga yang mayoritas masih berusia di bawah 20 tahun dengan penghasilan di bawah 1 juta rupiah per bulan.
Kondisi tersebut kian memperbesar peluang kemiskinan pada perempuan, serta membuat mereka terjebak dalam risiko kerentanan.
Terlebih kerentanan dalam menghadapi risiko kekerasan berbasis gender karena situasinya yang tidak seimbang dengan laki-laki, baik dari segi penghasilan, pengambilan keputusan, serta kapasitas.
Padahal perempuan adat dapat dikatakan sebagai fondasi utama dalam proses pembangunan berkelanjutan. Perempuan adat berperan penting dalam menjaga nilai budaya dan kearifan lokal melalui seperangkat intelektualitas yang dimilikinya.
Di sejumlah komunitas adat, perempuan adat mewarisi pengetahuan adat sebagai upaya perlindungan dan pengelolaan sumber daya untuk mendukung komunitasnya.
Seperti pengelolaan bahan alam untuk pengobatan secara tradisional yang diwarisi turun temurun dari nenek moyang mereka, ritual-ritual, hingga pengetahuan mengolah hasil komoditas lokal seperti menenun dan menganyam.
Kerentanan yang dihadapi perempuan adat Mentawai seringkali karena adanya pembedaan peran, dominasi laki-laki dalam pengambilan keputusan, anggapan perempuan tidak memiliki kapasitas, dan stigma pada perempuan.
Anggapan perempuan tidak memiliki kapasitas mendominasi sebanyak 29,08 persen di wilayah adat Mentawai. Kondisi ini merupakan penyebab utama terjadinya ketidaksetaraan laki-laki dan perempuan.
Dominasi laki-laki menunjukkan bahwa aspek patriarki merupakan salah satu persoalan utama selain kemiskinan sebagai penyebab munculnya kasus-kasus kekerasan berbasis gender dalam lingkup masyarakat adat.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.