SEMARANG, KOMPAS.com- Masjid Jami Jomblang yang terletak di Jalan Jomblang Barat, Kecamatan Candisari, Kota Semarang, memiliki cara unik saat menjelang berbuka puasa.
Tepat pukul 16.45 WIB, warga mulai berdatangan memadati serambi Masjid Jami Jomblang. Tak hanya itu, disusul pula anak-anak berpakaian rapi, bersarung, dan berpeci.
Di samping itu, secara bergantian beberapa warga datang dengan membawa makanan, termos minum, kerupuk, dan takjil lainnya.
Baca juga: Semaan Quran, Tradisi Ramadhan di Masjid Kauman Semarang
Lantas duduk melingkar, bersama-sama melantunkan asmaul husna, dilanjut dengan menyimak kajian dari seorang ustadz.
Menjelang adzan maghrib, sejumlah makanan dibagikan secara acak kepada warga yang mengikuti kajian di Masjid Jami Jomblang.
Kemudian, menginjak waktu berbuka, mereka bergegas membatalkan puasa bersama-sama.
Kegiatan itu lah yang dinamakan tradisi Jaburan oleh warga Jomblang Barat.
Salah satu pengurus Masjid Jami Jomblang, Mashud Halimi, mengatakan, tradisi Jaburan merupakan tradisi turun temurun yang ada sejak puluhan tahun lalu, sekitar tahun 1933 di Masjid Jami Jomblang.
Baca juga: Malem Selikuran, Tradisi Menyambut Malam Lailatul Qadar di Keraton Yogyakarta
Dirinya menyebut, Jaburan memiliki arti sesuatu yang dimakan bersama-sama menjelang buka puasa.
Sehingga, warga Jomblang Barat guyub rukun untuk melestarikan tradisi nenek moyang satu ini.
"Tradisi menjelang buka puasa, yang biasanya makan bareng anak-anak, warga, masyarakat umum. Ini sudah ada lama, sejak saya kecil. Terus meski sempat berhenti sekitar 5 tahun, tapi sekarang sudah aktif lagi," ucap Mashud kepada Kompas.com, Selasa (28/3/2023).
Lebih jelas, Mashud mengatakan, santapan berbuka puasa yang dihidangkan di Masjid Jami Jomblang itu diperoleh dari suka rela warga setempat.
Dalam satu hari, imbuh Mashud, secara bergilir terdapat tiga warga yang bertugas membawa hidangan yang beragam. Mulai dari minuman takjil, roti, arem-arem, nasi kotak, lemper, dan masih banyak lagi.
"Biasanya diikuti oleh kurang lebih 50 orang, ada anak-anak sekitar, warga, dan masyarakat umum seperti gojek, dan lain-lain," jelas dia.
Adanya tradisi Jaburan, Mashud menyebut, diharapkan dapat mempererat tali persaudaraan antar warga.
Tidak hanya itu, Masjid Jami Jomblang juga ingin mengajarkan tradisi Jaburan ini kepada generasi muda agar tidak terhenti.
"Biar bisa langgeng, diteruskan dan terus regenerasi. Sehingga masjid bersejarah ini tidak sia-sia, tidak hanya sebagai simbol, tapi ada kegiatan yang menyejahterakan masyarakat," ungkap Mashud.
Sementara itu, salah satu warga, Turaekah, mengaku, sangat senang bisa mengikuti tradisi Jaburan setiap hari di bulan Ramadhan.
Selain untuk mengisi waktu sebelum berbuka puasa, Jaburan disebut sebagai momen mempererat kerukunan dengan tetangga.
"Bagus, solid karena dari saya kecil sampai sekarang masih ada terus. Alhamdulillah selalu berjalan lancar," tutur Turaekah.
Selain itu, menurut dia, momen Jaburan juga penting diajarkan kepada anak-anak zaman sekarang agar mengenal tradisi nenek moyang dan bisa menjaganya.
"Ini anak-anak yang biasanya ngaji di sini, jadi mereka tanpa disuruh sudah sendirinya pasti ikut Jaburan. Baik juga untuk mengerti keislamannya" pungkas Turaekah.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.