SOLO, KOMPAS.com - Masyarakat Kelurahan Gilingan, Kecamatan Banjarsari, ketiban rejeki atas dibukanya Masjid Raya Sheikh Zayed Solo, Jawa Tengah, untuk umum.
Pasalnya sebagai dari mereka beralih profesi sebagai tukang ojek, pedagang makanan hingga penjual plastik yang digunakan untuk meletakkan alas kaki pengunjung masjid.
Seperti halnya, Hardi, warga Margorejo Timur, Kelurahan Gilingan, mengaku secara spontanitas menjadi tukang ojek setelah banyaknya pengunjung yang mendatangi masjid.
Laki-laki paruh baya ini, mangkal dikawasan masjid bersama puluhan warga lainnya yang bersiap dengan sepeda motor dan helm mereka.
"Banyak warga yang jadi tukang ojek, terutama dari lingkungan sini, terutama RW 13, RW 14, RW 15, lainnya juga banyak dari luar daerah sini juga mangkal," kata Hardi disela-sela menunggu calon penumpangnya, Rabu (8/3/2023).
Selama membantu pengunjung ini, Hardi bersama warga lainnya, tidak memasang tarif khusus. Akan tetapi, ada tarif minimal sebesar Rp 5.000, per mengantarkan pengunjung.
"Tarifnya sukarela, tidak ada patokan khusus jarak atau bagaimananya. Tapi ya minimal Rp 5.000, tergantung kemurahan hati pengunjung karena dibantu diantar ke sini (Masjid Raya Sheikh Zayed)," katanya.
Ketersediaan penyedia jasa antar pengunjung ini sejak pagi hari hingga malam hari, setelah pembukaan Masjid Raya Sheikh Zayed Solo untuk umum.
Ia menceritakan, para pengunjung memilih menggunakan jasa mereka karena jarak parkiran mobil atau bus cukup jauh dengan masjid.
"Parkirannya jauh-jauh, terus ada yang kecapean jadi ngojek. Kalau saya sejak sekitar 11.30 WIB sampai 13.30 WIB, udah ada 6 orang yang saya antar," jelasnya.
"Penghasilan mungkin bisa ratusan, apalagi dari dari pagi sampai malam. Ya cukup banyak yang gunakan ojek," lanjutnya.
Hal serupa juga dirasakan, Surip warga Cinderejo Lor, Kelurahan Gilingan, mengatakan sebelumnya bekerja sebagai pedagang sayur keliling memilih untuk menjual plastik di kawasan Masjid Raya Sheikh Zayed Solo.
Tak tanggung-tanggung, sehari perempuan paruh baya ini, bisa menghabiskan 6-10 kantong plastik yang satu kantongnya berisi 50 pcs plastik.
"Sejak pembukaan sampai sekarang, banyak yang beli. Hari biasa sampai 6 kantong, kalau hari Minggu itu kemaren sampai 10 kantong," jelas Surip, di sela-sela dirinya beristirahat menjajakan plastik.
Selama ini, ia juga tidak mematok harga plastik yang ia jual. Hanya saja, ia menceritakan para pengunjung sering membeli, minimal Rp 5.000 hingga Rp 2.000.
Baca juga: Cerita Gibran Kehilangan Sandal Saat Shalat Jumat di Masjid Raya Sheikh Zayed
"Harga seikhlasnya, kadang ada yang kasih Rp 5.000, ada yang Rp 2.000, paling rendah diharga Rp 500," jelasnya.
Ia menjual plastik berwarna hitam itu bersama puluhan warga lain yang mayoritas ibu-ibu dan nenek-nenek, menyebar diberikan titik kawasan masjid.
"Kebanyakan warga disini, yang bisanya enggak kerja jadi punya pekerjaan. Kalau saya, dari tulang sayur ganti jualan plastik. Suami saya tukang rosok, tapi kalau udah selesai juga ikut jualan plastik ini," ucapnya.
Selama menjadi penjual plastik ini, ia berharap dirinya dan warga lain, dapat bisa berjualan seterusnya karena bisa membantu meningkatkan perekonomian dirinya dan keluarga, yang saat ini terancam digusur oleh pembangunan pelebaran kawasan Masjid Raya Sheikh Zayed Solo.
"Semoga masih berlanjut bisa jualannya, perekonomian warga sekitar makin maju. Moga-moga rumah saya yang kabarnya digusur itu, mendapatkan fasilitas yang lebih baik semoga dapat ganti rugi, kalau bisa dapat rumah lagi," harapannya.
Sementara itu, pedagang makan atau minum juga tampak berjejer di kawasan sisi timur masjid. Mulai dari berjualan nasi, bakso, mie ayam, hingga ayam geprek dijual oleh warga.
Baca juga: Sandal hingga HP Milik Jemaah Hilang, Gibran Evaluasi Sistem Keamanan Masjid Raya Sheikh Zayed Solo
Tarif dari harga makan yang dijualnya tidak mahal, berkisar mulai dari Rp 3.000 hingga Rp 20.000, tergantung makanan yang dipesannya.
"Harganya standar-standar, tidak mahal. Nasi satu kotak ada Rp 3.000, yang beli ya pengunjung sini, ada juga yang beli para warga yang bekerja jadi tukang ojek dan foto keliling juga," kata Ngatiyem, warga Rejosari.
Banyak dari pengunjung juga merasakan terbantu, dengan adanya para pedagang ini. Tampak, mereka tidak tergantung dengan banyaknya varian jajanan yang dijajakan oleh warga.
"Membantu banget, kan kita dari jauh mau ke masjid. Kalau lapar makan disini. Kan, didalam masjid tidak boleh bawa makan atau minum," jelas Sumi, warga Pekalongan, disela-sela menyantap bakso.
"Penjualan plastik juga membantu, takut hilang sendalnya jadi dibungkus plastik terus dimasukkan tas. Sebenarnya, ada loker tapi kan ya terbatas," ceritanya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.