Momok menakutkan
Terpisah, Sekretaris LSM Panjiku, Haris Arlek, menyorot tajam persoalan ini. Arlek menegaskan, seharusnya pemerintah daerahlah yang membuatkan kartu pembelian LPG bagi warga penerima subsidi.
‘’Kelurahan ini anggarannya hanya berapa saja? Saya lihat Kelurahan Nunukan Utara untuk setahun hanya Rp 31 juta untuk operasional, listrik dan lainnya. Sangat jauh beda dengan desa yang mengelola DD dan ADD. Tapi terlepas dari adanya penarikan sumbangan MTQ di kartu pembelian BBM, saya apresiasi solusi dari kelurahan,’’katanya.
Menurut Arlek, Pemerintah Kabupaten Nunukan, seharusnya lebih bijak dan memiliki kepekaan/sense of crisis.
Masyarakat Nunukan, saat ini masih belum baik baik saja, khususnya secara ekonomi.
‘’Kalau setiap kegiatan pemerintah, entah itu peringatan 17 Agustusan, MTQ dan lainnya selalu sebar proposal untuk warga, justru menjadi momok akhirnya,’’tegasnya.
Arlek juga mengaku dilematis dalam melihat kasus ini. secara aturan, memanfaatkan kartu pembelian BBM untuk menarik sumbangan tentu bukan perkara yang baik.
Tapi ketika itu tidak dilakukan, Kelurahan Nunukan Utara akan dicap buruk kinerjanya karena tidak berpartisipasi dalam kegiatan MTQ.
Terlebih, harga kartu pembelian LPG melon adalah Rp 20.000. Harga yang sama untuk sebuah tong gas LPG subsidi.
‘’Inilah namanya simalakama. Makanya saya katakan, Pemerintah cobalah kasih anggaran untuk kegiatan tahunan begitu. Jangan justru selalu meminta kelurahan menyebar proposal sumbangan, itu jadi momok menakutkan akhirnya buat masyarakat,’’tegas Arlek.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.