KOMPAS.com - Pernikahan dengan adat Jawa terkenal kental dengan berbagai tradisi, salah satunya adalah midodareni.
Tradisi midodareni yang dilakukan sebelum pernikahan hingga saat ini masih kerap dilakukan oleh calon mempelai.
Baca juga: Mengenal Midodareni, Rangkaian Upacara Pernikahan Kaesang Pangarep dan Erina Gudono
Dalam pelaksanaannya, tradisi midodareni tak kalah sakral dengan acara pernikahan itu sendiri.
Baca juga: Presiden Jokowi Disebut Hadir di Malam Midodareni Kaesang-Erina, Ketua RT dan RW Rapat Koordinasi
Meski bukan suatu kewajiban, namun pelaksanaan midodareni dalam pernikahan Jawa sendiri dipandang sebagai salah satu bentuk penghormatan kepada budaya leluhur.
Baca juga: Malam Midodareni, Bobby Tak Boleh Masuk ke Rumah Kahiyang
Tradisi midodareni adalah rangkaian upacara pernikahan dalam adat Jawa yang dilakukan pada malam hari, sehari sebelum acara panggih atau temu pengantin.
Malam midodareni juga dengan sebutan malam 'pangarip-arip' yang menjadi malam terakhir masa lajang bagi kedua mempelai.
Adapun asal kata midodareni berasal dari bahasa Jawa yaitu ‘widodari’ yang berarti bidadari.
Dikutip dari laman resmi Dinas Kebudayaan Provinsi DI Yogyakarta, menurut kepercayaan masyarakat Jawa, pada malam tersebut banyak bidadari yang turun dari kayangan.
Para bidadari datang untuk memberikan doa restu kepada calon pengantin wanita, sehingga wajah sang mempelai akan terlihat cantik seperti bidadari.
Hal ini membuat calon mempelai wanita harus terus berada di dalam kamar, atau dikenal dengan istilah dipingit.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.