SOLO, KOMPAS.com - Gaya komunikasi Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka saat menjawab aduan melalui media sosial Twitter yang terkesan apa adanya, disebut pakar patut dipertahankan.
Hal ini, diungkap oleh Pakar komunikasi politik Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Sri Hastjarjo, ia menilai gaya yang ditontonkan Gibran itu memiliki kesamaan dengan karakteristik media sosial Twitter.
Yakni adanya pembatasan jumlah kata, sehingga posting terkesan singkat dan padat tanpa bertele-tele. Karena karakteristik ini, lanjut Hastjarjo, pengguna Twitter atau Gibran paham betul akan konsep ini.
"Yang terlihat juga di gaya komunikasi Mas Gibran adalah, ada kesan Mas Gibran tidak terlalu care dengan pandangan publik tentang dirinya," jelasnya.
Analisis ini, dikaitkan dengan beberapa kasus yang menunjukkan bahwa Gibran tidak ambil pusing soal persepsi para pengikut Twitter yang cuitan direspons olehnya.
Ia mencontohkan, bahwa ada warganet yang meminta tolong Gibran menyampaikan kondisi infrastruktur di Jawa Barat ke Gubernur Ridwan Kamil.
Akan tetapi, putra sulung Presiden Joko Widodo itu enggan meneruskan informasi itu. Malah, menyarankan untuk melakukan aduan langsung di kanal aduan yang disediakan pemerintah Jawa Barat.
"Biasanya, politisi itu akan menjawab sekitar, berjanji akan meneruskan info ke sana. Tapi Gibran menjawabnya, di Jabar ada kanal aduan yang dijawab pak Gubernur sendiri," jelasnya.
"Ini menarik. Karena Gibran lugas menjawab apa adanya bahwa dia tidak akan meneruskan info itu ke Ridwan Kamil," jelasnya.
Baca juga: Gibran Tegaskan Gaya Komunikasi di Medsos Bukan untuk Pencitraan: Ini Permudah Interaksi Masyarakat
"Kelugasan ini agaknya sejalan dgn kepribadian Gibran tidak terlihat ada polesan. Adanya begini, ya begini. Kalau nggak suka ya sudah," lanjutnya.
Dengan berbagai tanggapan lain, yang dilonggarkan Gibran. Hastjarjo mengatakan Suami Selvi Ananda ini memiliki sisi yang tidak dimiliki oleh tokoh atau politisi lain. Sehingga, sikap atau gaya komunikasi dia ini perlu dipertahankan.
"Menurut saya ini gaya komunikasi yang memang beda dengan politisi pada umumnya. Yang biasanya berusaha "berbaik-baik" dengan publik. Nah, itulah. Itu kekuatan Gibran dalam berkomunikasi," katanya.
Meskipun demikian, Gibran juga patut mewaspadai soal adanya sisi buruk dari gaya komunikasi ini. Sebab, jadi pembeda di antara yang sudah ada dengan dominasi politisi yang basa-basi.
"Ya pasti ada risiko tidak disukai sebagian publik, yang memiliki persepsi bahwa politisi itu komunikasi 'berbaik-baik' dan penuh dengan basa-basi. Sementara Gibran ini lugas saja. Ini langka dalam politik di Indonesia," katanya.
"Mungkin Gibran juga sadar jawabannya bisa jadi bola liar yang digoreng ke sana ke mari. Tapi sebenarnya tidak ada yang salah dari jawaban Gibran, justru warganet yg salah alamat," lanjutnya.
Baca juga: Pengamat dari UNS: Gaya Gibran di Medsos Mirip Gaya Orang Ngobrol di Warung Wedangan, Santai
Selain itu, Gibran juga dinilai gaya komunikasi yang dibangun saat ini menujukan karakter pemimpin muda, akan tetapi tidak menutup kemungkinan bakal berubah seiring berjalannya waktu.
"Tidak kemudian berubah gaya komunikasinya demi mengejar akseptabilitas atau memenuhi tuntutan publik tentang bagaimana seorang politisi itu harus bicara," jelasnya.
D isisi lain, Pakar Komunikasi Politik Universitas Sebelas Maret (UNS) Andre Rahmanto menilai, juga sependapat jika gaya komunikasi Gibran perlu dipertahankan.
"Saya melihatnya itu emang khas dari Mas Gibran sendiri, yang ekspresif, tidak terlalu banyak basa-basi. Tapi juga sebenarnya itu mewakili, bagaimana gaya anak muda yang pengennya memang cepat. Kemudian juga ada unsur kreatifnya, gitu berapa kali juga otentik," kata Andre Rahmanto.
Baca juga: Cuitan Soal Ada Klitih di Solo Ditanggapi Gibran, Polisi Pastikan Lokasi Bukan di Solo
"Perlu dipertahankan gitu, sebagai pemimpin itu memang perlu gaya yang seperti itu. Tidak terlalu memikirkan pencitraan atau jaga image dan sebaiknya berbicara dan berkomunikasi dengan gayanya sendiri yang khas," jelasnya.
"Ada nilai plusnya di situ, cuman mungkin membedakan saat tertentu misalnya di birokrasi kan karena harus mendetail agar stafnya tidak bingung ikuti arahnya. Mungkin jadi menentukan sikap, kapan harus berbicara panjang dan kapan harus berkomentar singkat," lanjutnya.
Dari analisis dosen prodi Ilmu Komunikasi UNS ini, kiprah berpolitik Gibran tidak hanya akan berhenti sebagai Wali Kota saja. Namun, akan merambah di dunia politik lain, dengan kasta yang lebih tinggi seperti halnya sebagai Gubernur.
"Saya kira, sebagai politisi Mas Gibran, enggak mungkin akan berhenti hanya di wali kota. Politisi pasti akan ada keinginan untuk sangat mungkin meningkat yang lebih tinggi, mungkin Gubernur dan masih sangat muda juga," ujarnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.