Dia mengaku tangannya tidak berhenti gemetar saat membalut luka-luka para pejuang. Bahkan, jenazah para pejuang yang gugur terus hilir mudik di depannya.
Kondisi tersebut membuat semangatnya kian menyala untuk dapat mengobati pejuang sebanyak-banyaknya.
Di masa Konfrontasi RI-Malaysia atau pertempuran yang dikenal dengan operasi Dwi Komando Rakyat (Dwikora), Leginem sering membayangkan berada di masa damai. Ia ingin bermain gobak sodor atau ular-ularan di malam purnama dengan teman-temannya.
Namun selagi masih ada pertempuran, ia sadar keinginannya sulit terkabul. Di tengah kesibukannya merawat korban perang, ia juga menyempatkan diri untuk mengumpulkan selongsong peluru kosong. Ia menganggapnya sebagai hiburan.
Baca juga: Hari Pahlawan, Bendera Raksasa 3.219 Meter Dibentangkan di Jembatan Suramadu
"Banyak sekali saya kumpulkan bekas peluru itu. Warnanya cantik macam emas. Saya anggap itu cara menghibur diri di tengah perang yang terus terjadi," katanya.
Selain itu, ia juga mengoleksi granat aktif yang ditemukan di tengah medan pertempuran. Ia berniat mengumpulkan amunisi untuk diberikan pada pasukan sehingga menambah persediaan senjata
"Kita perawat ini hanya keluar saat ada sirene aman. Jadi ketika terjadi serangan, ada sirene nyaring bunyi, saat itu, kita masuk lubang dalam tanah. Ketika ada sirine aman, kita keluar dan membantu mengobati pejuang yang terluka. Saat itu kalau ada senjata yang tertinggal dari korban meninggal, saya kumpul dan saya serahkan ke tentara," lanjutnya.
Terkadang para tentara menyempatkan untuk melatih masyarakat menggunakan sejumlah senjata, seperti AK 47 dan pistol. Lalu, dipertandingkan dengan para perawat di satuan lainnya.
"Saya sering mendapat piagam kalau adu tembak. Meski awalnya sering terpelanting saat menembakkan AK 47 ke target sasaran, lama-lama terbiasa. Itu saja hiburan kami saat itu,’’ kata Leginem.
Leginem masih ingat betul peristiwa demi peristiwa di medan tempur yang dialaminya. Sudah tidak terhitung berapa nyawa yang ia selamatkan. Termasuk juga banyak pasien yang gugur di depannya.
Ia tidak pernah sempat mendengar ucapan pasien yang sekarat karena minimnya perawat dan gentingnya kondisi saat itu.
Baca juga: Hari Pahlawan di Banyuwangi Diperingati dengan Tabur Bunga di Selat Bali
"Saat itu, saya bertugas di areal benteng pertahanan di Tanah Merah, tepat di pesisir pantai yang menghadap langsung Malaysia. Hari ini, rintihan korban dan pekik perjuangan, selalu menjadi kisah yang saya ceritakan ke anak-anak saya,’’ katanya.
Ia ingin anak-anaknya menghargai sekecil apa pun perjuangan pahlawan. Di masa damai seperti sekarang, sudah seharusnya para pejuang bisa mendapatkan perhatian dan apresiasi atas jasanya.
Ia ingin generasi muda khususnya di Nunukan menghormati Taman Makam Pahlawan Jaya Sakti.
"Tidak banyak kalau pesan kita ke anak-anak muda. Kita memiliki taman makam pahlawan, di sanalah pasien gugur yang kita rawat dimakamkan. Selalu ingat kisah perjuangannya," pesannya.
Leginem mendapat SK veteran dan menerima upah bulanan sebagai veteran. Hanya saja, nama Leginem masih sering terlewatkan saat para veteran lain menerima bantuan di hari raya atau hari-hari besar lainnya.
‘’Tidak masalah banyak bantuan pemerintah daerah lewat dan saya dilupa. Saya hanya berharap nama saya dikenang sebagai pejuang Dwikora,’’ tegasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.