Kemudian, rumah-rumah dibangun menghadap bale kambang dan membelakangi sungai.
Keberadaan bale kambang dianggap memiliki makna baik dalam feng shui, yaitu unsur air akan menangkap energi positif.
Baca juga: Loenpia Gang Lombok, Lumpia Legendaris di Semarang yang Umurnya Ratusan Tahun
Pada perkembangannya, kawasan pecinan menjadi kawasan multi fungsi, yaitu area bisnis, hunian, dan budaya.
Wilayah Pecinan Semarang yang paling awal berkembang adalah daerah Pecinan Lor (Pecinan Utara) atau A-long-knee, daerah ini kemudian dikenal dengan Gang Waru.
Perkembangan selanjutnya adalah Pecinan Kidul (pecinaan selatan), daerah ini dikenal dengan Sebandaran.
Daerah yang dikenal sebagai Pecinan Wetan (Pecinan) adalah Gang Pinggir yang juga merupakan wilayah yang paling awal berkembang.
Salah satu penanda kawasan pecinan adalah arsitektur bangunannya. Kawasan pecinan ditandai dengan rumah-rumah yang memiliki atap menyerupai pelana kuda di bagian sampingnya.
Rumah-rumah dengan arsitektur mirip pelana kuda masih banyak ditemui di Pecinan Semarang.
Selain arsitektur bangunan, kawasan pecinan juga ditandai dengan keberadaan klenteng. Pecinan Semarang terdapat banyak klenteng yang telah berusia ratusan tahun.
Ada 11 kelenteng, baik besar atau kecil. Kelenteng yang terkenal adalah Klenteng Tay Kak Sie yang berupa bangunan megah di Gang Lombok. Klenteng Siu Hok Bio terletak di Jalan Wotgandul Timur, sebagai kelenteng tertua di Semarang.
Keberadaan bangunan juga menandai perkembangan masyarakat setempat.
Kawasan bisnis ditandai dengan bangunan yang menunjang aktivitas bisnis, seperti bangunan berupa ruko, gudang, warung, dan sebagainya.
Pecinan sebagai kawasan budaya ditunjukkan dengan ciri khasnya berupa klenteng dan kegiatan tradisi yang telah berlangsung lama.
Baca juga: Melihat Tradisi Jelang Imlek di Klenteng Tay Kak Sie Semarang
Pasar Semawis atau Waroeng Semawis merupakan ikon Pecinan Semarang.
Pasar Semawis terletak di Gang Warung, yang merupakan jalan kecil di komplek pecinan.