Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Aksara Lota dari Ende, Latar Belakang dan Huruf

Kompas.com - 30/09/2022, 20:46 WIB
Dini Daniswari

Editor

KOMPAS.com - Aksara Lota adalah aksara asli asal Kabupaten Ende, Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur.

Pada masa lalu, aksara lota banyak digunakan masyarakat suku Ende yang beragama Islam. Mereka bermukim di Kecamatan Ende, Ende Utara, Ende Selatan, dan Nangapanda.

Aksara Lota mulai kehilangan penggunaannya pada tahun 1990-an. Anak muda lebih senang belajar huruf Arab untuk membaca Al Quran dan huruf latin untuk komunikasi.

Latar Belakang Aksara Lota

Aksara Lota adalah turunan langsung dari aksara Bugis. Bermula dari, orang Bugis yang menetap di Ende, mereka membawa serta peradaban dan kebudayaannya, termasuk dengan aksaranya.

Sejarah mencatat aksara Lota masuk ke Ende sekitar abad ke-16, pada masa Pemerintahan Raja Goa XIV, I Mangngarangi Daeng Manrabia yang bergelar Sultan Alaudin (1593-1639).

Baca juga: Aksara Lampung: Cara dan Media Penulisan

Dalam perkembangan dan proses adaptasinya, aksara Bugis di Ende berkembang sesuai dengan sistem bahasa Ende dan menjadi aksara Lota.

Huruf Aksara Lota

Istilah Lota berasal dari kata lontar. Awalnya, aksara Ende ditulis pada daun lontar, dalam perkembangannya aksara tersebut ditulis di atas kertas.

Bahasa Ende merupakan bahasa bersuku kata terbuka, kemudian kata lontar berubah menjadi Lota. Kata Lota menghilangakan konsonan n pada lon dan r pada tar.

Terdapat delapan aksara Lota Ende yang tidak terdapat dalam aksara Bugis, yakni bha, dha, fa, gha, mba, nda, ngga, dan rha.

Sebaliknya, terdapat enam aksara Bugis yang tidak terdapat dalam aksara Lota, yakni ca, ngka, mpa, nra, nyca, dan nya.

Wo'i merupakan tradisi etnik Ende, yaitu semacam syair dalam aksara lota yang dibacakan pada saat sunatan, pembangunan rumah, dan pesta penikahan.

Wo'i berisikan sambutan bagi kedatangan kerabat, silsilah keluarga, dan doa-doa supaya hajatan berjalan baik.

Baca juga: Aksara Sunda: Sejarah dan Jumlahnya

Aksara Lota telah diteliti oleh sejumlah peneliti. Dalam portal kebudayaan.kemdikbud.go.id disebutkan bahwa tradisi menulis aksara Lota terabaikan setelah aksara latin dikenal.

Di sisi lain, orang tua lebih mementingkan pengetahuan membaca dan menulis aksara Arab dibandingkan aksara Lota.

Disebutkan juga, aksara Lota termasuk jenis silabik (syllabic writing, syllabibography, syllable writing).

Dimana, aksara ini menggambarkan suku-suku kata, mirip dengan hiraga Jepang. Sehingga, bukan alphabet seperti halnya huruf latin.

Tradisi aksara Lota dapat dikembangkan melalui jalur pendidikan, salah satunya menjadi pelajaran muatan lokal.

Sebab, jika proses regenerasi terputus dimungkinkan generasi masa depan NTT mengenal aksara Lota melalui sejarah.

Sumber:

kebudayaan.kemdikbud.go.id dan nasional.kompas.com

 

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Bagi-bagi Dana Koperasi Desa Rp 1,6 Miliar, Wali Nagari dan Bamus di Dharmasraya Jadi Tersangka

Bagi-bagi Dana Koperasi Desa Rp 1,6 Miliar, Wali Nagari dan Bamus di Dharmasraya Jadi Tersangka

Regional
Dramatisnya Laga Indonesia Vs Korsel, Ibu Pratama Arhan Deg-degan, Kerabat Witan Menangis

Dramatisnya Laga Indonesia Vs Korsel, Ibu Pratama Arhan Deg-degan, Kerabat Witan Menangis

Regional
Mantan Caleg di Pontianak Tersangka Mafia Tanah Rp 2,3 Miliar Resmi Ditahan

Mantan Caleg di Pontianak Tersangka Mafia Tanah Rp 2,3 Miliar Resmi Ditahan

Regional
Tetap Jalankan Tugas Wali Kota Solo Sampai Dilantik Jadi Wapres, Gibran: Itu Perintah Pak Presiden Terpilih

Tetap Jalankan Tugas Wali Kota Solo Sampai Dilantik Jadi Wapres, Gibran: Itu Perintah Pak Presiden Terpilih

Regional
Cerita Bocah 15 Tahun di Bengkulu, Diperkosa Kakak dan 'Dijual' Rp 100.000 oleh Ibu ke Pacarnya

Cerita Bocah 15 Tahun di Bengkulu, Diperkosa Kakak dan "Dijual" Rp 100.000 oleh Ibu ke Pacarnya

Regional
Mengenal Agrowisata Petik Buah Girli Ecosystem Farming Milik Adi Latif Mashudi (Bagian 3)

Mengenal Agrowisata Petik Buah Girli Ecosystem Farming Milik Adi Latif Mashudi (Bagian 3)

Regional
Dugaan Malapraktik di Banjarmasin, Anggota Tubuh Terpisah Saat Dilahirkan

Dugaan Malapraktik di Banjarmasin, Anggota Tubuh Terpisah Saat Dilahirkan

Regional
Lewat Explore South Sumatera Expo 2024, Pj Gubernur Fatoni Promosikan Potensi Wisata hingga Seni Budaya Sumsel

Lewat Explore South Sumatera Expo 2024, Pj Gubernur Fatoni Promosikan Potensi Wisata hingga Seni Budaya Sumsel

Regional
Raih Gelar Doktor, Walkot Semarang Lulus dengan Predikat Summa Cum Laude

Raih Gelar Doktor, Walkot Semarang Lulus dengan Predikat Summa Cum Laude

Regional
Gibran Sebut Prabowo Rangkul Tokoh di Luar Koalisi Pilpres 2024

Gibran Sebut Prabowo Rangkul Tokoh di Luar Koalisi Pilpres 2024

Regional
Sosok Supriyanto Pembunuh Kekasih di Wonogiri, Residivis Kasus Pembunuhan dan KDRT

Sosok Supriyanto Pembunuh Kekasih di Wonogiri, Residivis Kasus Pembunuhan dan KDRT

Regional
Dorong Pemberdayaan Keluarga, Pj Ketua TP-PKK Sumsel Lantik Ketua Pembina Posyandu Kabupaten dan Kota Se-Sumsel

Dorong Pemberdayaan Keluarga, Pj Ketua TP-PKK Sumsel Lantik Ketua Pembina Posyandu Kabupaten dan Kota Se-Sumsel

Kilas Daerah
Di Hadapan Mendagri Tito, Pj Agus Fatoni Sebut Capaian Ekonomi di Sumsel Sudah Baik

Di Hadapan Mendagri Tito, Pj Agus Fatoni Sebut Capaian Ekonomi di Sumsel Sudah Baik

Regional
Bea Cukai Yogyakarta Berikan Izin Tambah Lokasi Usaha ke Produsen Tembakau Iris

Bea Cukai Yogyakarta Berikan Izin Tambah Lokasi Usaha ke Produsen Tembakau Iris

Regional
Blusukan ke Rusun Muara Baru, Gibran: Salah Satu Tempat yang Paling Padat

Blusukan ke Rusun Muara Baru, Gibran: Salah Satu Tempat yang Paling Padat

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com