MATARAM, KOMPAS.com - Seorang mahasiswa dari salah satu perguruan tinggi di Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB), berinsial I (19), menjadi tersangka karena membawa senjata tajam saat mengikuti aksi demonstrasi penolakan kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) pada Kamis (8/9/2022).
Mahasiswa yang baru duduk di bangku semester 3 itu dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) Undang-undang Darurat Nomor 12 tahun 1951 dengan ancaman hukuman maksimal 10 tahun penjara.
"Tersangka kita amankan bersama barang bukti sajam jenis belati. Tersangka kita kenakan pasal undang-undang darurat kepemilikan senjata tajam saat menyuarakan pendapat di depan umum," ungkap Kepala Kepolisian Resor Kota (Kapolresta) Mataram Kombes Pol Mustofa saat konferensi pers, Senin (19/8/2022).
Baca juga: Seluas 554 Hektar Sawah di Sleman Terdampak Ditutupnya Selokan Mataram
Dalam konferensi pers itu, tampak I mengenakan baju warna oranye dengan didampingi para penyidik Polresta Mataram.
Menurut Mustofa, I sengaja membawa senjata tersebut dengan niat untuk berjaga-jaga ketika terjadi kerusuhan.
"Jadi modus atau alasannya membawa sajam itu karena kebiasaan membela diri di kampung halaman. Jadi yang bersangkutan ini merugikan dirinya sendiri," kata Mustofa.
Baca juga: Pengakuan Pencuri 12 Sepeda Motor di Kawasan Masjid di Mataram, Modus Pura-pura Shalat
Adapun sajam jenis belati tersebut memiliki ciri-ciri pegangan warna merah dengan baja warna kuning.
Kepada penyidik, I menyebut bahwa belati tersebut dibuat di kampung halamannya di Dusun Gusun, Desa Bugis, Kecamatan Sape, Kabupaten Bima.
Mustofa menyebut, I terbiasa membawa senjata tajam saat sedang tidak berada di kampung halamannya. Alasannya, untuk berjaga-jaga.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.