Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

5 Terpidana Mati Kasus Mutilasi di Dompu Ajukan PK

Kompas.com - 15/09/2022, 06:56 WIB
Junaidin,
Krisiandi

Tim Redaksi

BIMA, KOMPAS.com - Sebanyak lima terpidana mati kasus mutilasi di Desa Bara, Kecamatan Woja, Kabupaten Dompu, Nusa Tenggara Barat (NTB), mengajukan Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung (MA). 

Mereka divonis hukuman mati oleh Pengadilan Tinggi (PT) Mataram pada 18 Januari 2018. 

Langkah itu ditempuh lima terpidana mati yakni AM, SY, IR, HE, IR dan SU karena menilai putusan hakim berlebihan, sebab tidak sesuai dengan perbuatannya.

"Vonis mati pada lima terdakwa berlebihan karena tidak sesuai dengan perbuatan yang dilakukan para terpidana," kata Yan Mangandar, Penasihat Hukum (PH) ke-lima terpidana mati itu saat dikonfirmasi, Rabu (14/9/2022).

Baca juga: Terpidana Mati Kasus Pembunuhan Meninggal karena Terpapar Covid-19 di Nusakambangan

Menurut Yan Mangandar, dalam persidangan awal di Pengadilan Negeri (PN) Dompu, kelima klienya tidak mengaku telah memutilasi korban sebagaimana tertuang dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP).

Mereka diduga dipaksa mengakui itu saat proses penyidikan berlangsung.

Kelima terpidana ini hanya mengaku membuang jasad dua korban ke parit setelah kedapatan tersengat kabel listrik tegangan tinggi di area kandang ayam yang mereka jaga.

"Kalau perbuatan menghilangkan nyawa diakui karena mereka memasang kabel telanjang yang sebabkan korban tersengat listrik. Tapi kalau memutilasi tidak," jelasnya.

Dikatakan, fakta ini terungkap bahkan menjadi pertimbangan Majelis Hakim PN Dompu hingga menjatuhkan vonis seumur hidup kepada lima terpidana tersebut.

Namun, saat upaya banding kliennya justru divonis mati oleh Hakim pada PT Mataram.

Menurut Yan, kliennya kecolongan karena memori banding dibuat orang lain. Dalam memori itu, kelimanya mengakui telah mumutilasi korban.

"Mereka ini tidak tahu apa-apa, kalau dalam banding ada pengakuan melakukan mutilasi. Sehingga divonis pidana mati," ujarnya.

"Harusnya negara dalam hal ini hakim tingkat banding dan kasasi mempertimbangkan ketiadaan pengacara dalam upaya hukum yang dilakukan oleh para terdakwa dan memeriksa secara lebih teliti fakta-fakta hukum yang terungkap dalam persidangan tingkat pertama, bukan malah memperberat hukuman menjadi pidana mati," imbuhnya.

Atas beberapa kejanggalan yang ditemukan, termasuk adanya bukti baru yang dimiliki, Yan Mangandar mengatakan, segera mengajukan PK ke MA.

Baca juga: Terpidana Mati Narkoba Dijebloskan ke Nusakambangan, Salah Satunya WNA

"Perbuatan menghilangkan nyawa orang lain, iya betul. Tapi mutilasi itu tidak dilakukan. Sehingga vonis mati kami anggap berlebihan," tegasnya.

Yan Mangandar mengungkapkan, kasus pembunuhan ini terjadi pada tahun 2017.

Dari 5 orang terpidana mati itu, 4 orang merupakan satu keluarga, yakni IR, HE, SY dan SU.

Sementara AM merupakan warga Desa Bara yang ikut menjaga kandang ayam tersebut.

Korban dalam kasus ini yakni Topan (13) dan Imran (14). Keduanya ditemukan tewas di parit dengan kondisi bagian tubuh terpisah.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Mati Terkena Tombak, Bangkai Paus Kerdil Terdampar di Botubarani

Mati Terkena Tombak, Bangkai Paus Kerdil Terdampar di Botubarani

Regional
Ibu Melahirkan di Ambulans karena Jalan Rusak, Dinkes Kalbar Bersuara

Ibu Melahirkan di Ambulans karena Jalan Rusak, Dinkes Kalbar Bersuara

Regional
[POPULER NUSANTARA] Pabrik Sepatu Bata di Karawang Tutup | Kades di Blora Tewas Tersengat Listrik

[POPULER NUSANTARA] Pabrik Sepatu Bata di Karawang Tutup | Kades di Blora Tewas Tersengat Listrik

Regional
Ketiduran Sambil Bawa Emas, Nenek 87 Tahun Jadi Korban Perampokan

Ketiduran Sambil Bawa Emas, Nenek 87 Tahun Jadi Korban Perampokan

Regional
Kemenkes Berikan Beasiswa Kedokteran Khusus untuk Anak Asli Natuna

Kemenkes Berikan Beasiswa Kedokteran Khusus untuk Anak Asli Natuna

Regional
Banjir Sembakung Jadi Perhatian Nasional, Pemda Nunukan Dapat Bantuan 213 Unit Rumah dari BNPP

Banjir Sembakung Jadi Perhatian Nasional, Pemda Nunukan Dapat Bantuan 213 Unit Rumah dari BNPP

Regional
Gempa Magnitudo 5,2 Guncang Wilayah Lumajang

Gempa Magnitudo 5,2 Guncang Wilayah Lumajang

Regional
Wilayah Rawan Banjir Kiriman Malaysia Jadi Sasaran TMMD, Kodim 0911/NNK Siapkan Lahan Pangan

Wilayah Rawan Banjir Kiriman Malaysia Jadi Sasaran TMMD, Kodim 0911/NNK Siapkan Lahan Pangan

Regional
6 WNI Jadi Tersangka Penyelundupan WN China ke Australia

6 WNI Jadi Tersangka Penyelundupan WN China ke Australia

Regional
Korban Tungku Meledak di Lampung Bertambah Jadi 4 Orang, Polisi Selidiki Penyebabnya

Korban Tungku Meledak di Lampung Bertambah Jadi 4 Orang, Polisi Selidiki Penyebabnya

Regional
Pilkada Demak: Dua Orang Mendaftar ke Gerindra, Ada yang Diantar Klub Sepak Bola

Pilkada Demak: Dua Orang Mendaftar ke Gerindra, Ada yang Diantar Klub Sepak Bola

Regional
Nekat Rebut Kalung Emas Lansia, Jambret di Brebes Babak Belur Dihakimi Massa

Nekat Rebut Kalung Emas Lansia, Jambret di Brebes Babak Belur Dihakimi Massa

Regional
Mawar Camp Gunung Ungaran di Semarang: Daya Tarik, Aturan, dan Harga Tiket

Mawar Camp Gunung Ungaran di Semarang: Daya Tarik, Aturan, dan Harga Tiket

Regional
Tak Hafal Lagu Indonesia Raya Saat Bikin KTP, Gadis di Nunukan Mengaku Dilecehkan ASN Disdukcapil

Tak Hafal Lagu Indonesia Raya Saat Bikin KTP, Gadis di Nunukan Mengaku Dilecehkan ASN Disdukcapil

Regional
Sabtu, Wali Kota Semarang Bakal Daftar Pilkada 2024 di DPC PDI-P

Sabtu, Wali Kota Semarang Bakal Daftar Pilkada 2024 di DPC PDI-P

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com