KOMPAS.com - Sejumlah elemen masyarakat di berbagai daerah sudah mulai menggelar unjuk rasa menolak keputusan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) yang diumumkan Presiden Joko Widodo pada Sabtu (3/9/2022) lalu.
Pemerintah mengeluarkan keputusan menaikkan harga BBM bersubsidi jenis Pertalite, Solar, dan Pertamax.
Tidak sedikit di berbagai daerah yang kecewa dengan keputusan tersebut, hingga khawatir akan terjadinya kenaikan harga pangan dan kebutuhan lainnya.
Salah satu sopir bernama Khairil Hermansyah mengatakan, tidak mengetahui kenaikan harga BBM karena sedang mengantar penumpang.
Namun menurutnya, kenaikan BBM ini akan berdampak pada argo angkot hingga bisa menjadi gejolak di masyarakat.
"Kagetlah, saya juga ini baru tahu dari akang. Pantesan tadi pada antre jam 1 siang," ujarnya kepada Kompas.com.
Baca juga: Beban Berat Pengemudi Ojol Imbas Kenaikan Harga BBM, Biaya Operasional Naik 30 Persen...
Dia mengeluhkan, setelah pandemi Covid-19 berakhir dan ekonomi sangat sulit. Kini masyarakat akan menghadapi kesulitan baru berupa kenaikan harga BBM.
"Udah mah tahun lalu kita susah, sekarang dibikin susah lagi. Ibarat kata, baru napas, udah disumbat lagi hidung kita. Mati pelan-pelan kalau begini," ucap dia sembari geleng-geleng kepala.
Saat ini dia hanya bisa menyemangati diri sendiri untuk bekerja meskipun ancaman kenaikan harga bahan pokok lainnya sudah di depan mata.
"Kita hanya lebih semangat lagi aja kerjanya, kang, karena kan kalau udah naik begini bakal terdampak semuanya, enggak cuman saya," ungkapnya.
Pengamat Kebijakan publik sekaligus Dosen FISIP Universitas Sriwijaya Dr MH Thamrin pun mengatakan hal demikian.
Gelagat pemerintah menaikkan harga BBM sudah tercium sejak lama. Namun menurutnya, keputusan Presiden Jokowi ini tidak solutif terhadap permasalahan saat ini.
Justru membuat rakyat semakin "menjerit" dengan ditambah permasalahan ekonomi dan sosial yang sudah mengancam di depan.
Baca juga: Penerima BLT BBM di Sulsel Capai 396.148, Dinas Sosial Baru Membentuk Satgas
"Rakyat makin menjerit, distribusi tetap menjadi masalah, dan berharap tidak berdampak besar terhadap aktivitas ekonomi masyarakat. Sebab jika tidak, maka kebijakan kenaikan sebagai upaya penyelamatan BBM menjadi kurang berarti," ujarnya saat dihubungi Kompas.com melalui WhatsApp, Minggu (4/9/2022).
Permasalahan satu belum selesai, Thamrin juga khawatir risiko penolakan masyarakat akan mengganggu keharmonisan sosial.