BMKG di Jayapura baru mendapat laporan peristiwa embun beku di Lanny Jaya dari BPBD Papua pada tanggal 29 Juli lalu.
Embun beku dan kemarau di wilayah Lanny Jaya terjadi di kampung yakni Luarem dan Yugunomba di Distrik Kuyawage.
"Kondisi tersebut mengakibatkan masyarakat mengalami kelaparan karena hasil bercocok tanam mengalami gagal panen," kata Hendro.
Baca juga: Fenomena Embun Beku Muncul di Lanny Jaya Papua, Ratusan Warga Terdampak Kekeringan
Menurut catatan Walhi Papua, peristiwa wabah kelaparan telah berulang kali terjadi di Kabupaten Lanny Jaya, sejak kemunculan embun beku pertama pada 2015.
“Yang berturut-turut itu mulai 2019, 2020, 2021, dan terakhir 2022, sekarang ini berturut-turut. Kalau yang terjadi tahun 2015 itu hilang, terus muncul lagi di 2019," kata dia.
Maikel berpendapat sudah saatnya pemerintah daerah duduk bersama mencari solusi bagi warga yang menggantungkan sumber pangannya terhadap perkebunan.
“Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Sosial, juga harus melihat kembali bahwa tempat ini sudah menjadi tempat bencana yang berulang-ulang, jadi apa langkah konkret yang mau dibuat atau direncanakan oleh pemerintah," tambah dia.
Baca juga: Kelaparan akibat Cuaca Ekstrem, Warga Distrik Kuyawage Papua Dapat Bantuan dari Kemensos
Namun dalam menentukan langkah ini, Walhi juga mengingatkan pentingnya untuk mendengarkan tanggapan masyarakat Lanny Jaya.
"Kalau kita kasih mereka pindah ke tempat yang lain, apa jaminan hidup mereka? Pemerintah harus bisa menjamin itu," kata Maikel.
BPBD Papua juga mendorong pemerintah daerah dan warga lokal mengambil langkah antisipasi.
“Karena ini berulang-ulang, masyarakat yang ada di daerah itu harus membangun lumbung untuk penyimpanan makanan. Lalu mungkin harus dibicarakan di Dinas Pertanian, kira-kira varietas apa yang cocok di situasi daerah seperti itu,” kata Willem Manderi.
Baca juga: Suami Bunuh Istri dan Anaknya yang Kelaparan, Kesulitan Ekonomi Jadi Motif Utama
"Berhadapan dengan iklim begitu itu sudah biasa. Akan tetapi menjadi luar biasa ketika saat kehidupan sosial budaya mereka merasa terganggu," kata Mulyadi via telepon.
Dalam sebuah kajiannya, Mulyadi menyebutkan ada berbagai hal, mulai dari aktivitas politik hingga perubahan kebiasaan menyantap nasi yang membuat kearifan lokal di bidang pertanian mulai ditinggalkan.
Padahal, kata dia, masyarakat Papua rajin dan tekun dalam berkebun dan berladang.