“Gejala kekurangan pangan terjadi apabila masyarakat itu meninggalkan kebun. Faktor tersebut adalah mengikuti riuh-rendah kegiatan politik lokal seperti Pemilu maupun Pilkada yang biasanya berujung konflik sosial. Diperparah oleh serbuan raskin yaitu beras untuk orang miskin dan murah,” paparnya.
Baca juga: Kelaparan, Pengungsi Gempa Mamuju Membutuhkan Makanan
“Sesungguhnya kejadian luar biasa non alam tersebut lebih dikarenakan oleh faktor perubahan perilaku akibat perkembangan iptek dari luar mengganggu kearifan lokal yang sudah digeluti selama ini. Strategi pemecahan masalah kelaparan di Papua masih bersifat jangka pendek dan sementara. Belum menyentuh akar masalahnya yaitu pendekatan sosial budaya,” kata Mulyadi.
Menurutnya, solusi mengatasi bencana kelaparan ada beberapa.
Misalnya, menjadikan kampung-kampung Papua sebagai sentra pertanian lumbung pangan lokal dan ketahanan pangan di Papua tanpa mengganggu nilai-nilai pengetahuan lokal yang mereka miliki.
“Di samping itu diperkuat dengan substitusi Iptek tepat guna disertai dengan manajemen pemasaran. Tentu harus disiapkan tenaga pendamping atau penyuluh terlatih dari pemuda asli setempat.”
Kemudian, menurut Mulyadi, mengembalikan peran pangan lokal Papua sebagai ketahanan pangan nasional.
“Potensi ubi-ubian seperti ubi jalar, keladi, dan sagu sangat besar. Selain untuk kebutuhan pangan setempat juga bisa diekspor untuk bahan dasar industri olahan lainnya," kata dia.
“Tentu semuanya tergantung dari political will pemerintah daerah di Papua untuk peduli mencari jalan keluar yang komprehensif dan strategis dalam mengatasi masalah kelaparan mulai dari hulu hingga ke hilir," ungkap dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.