"Kita segera berkoordinasi dengan Pemerintah Provinsi karena domainnya semua di Provinsi. Di Nunukan semua saling lempar, DLH ke Dinas Kelautan, dan sebagainya. Sehingga tidak semudah itu untuk mengerucutkan kasus ini," tegasnya.
Polisi juga masih merumuskan sangkaan pasal yang akan digunakan untuk menjerat tersangka dalam kasus ini nantinya.
Sebelumnya diberitakan, sekitar 80 hektar lahan hutan mangrove di Desa Binusan Dalam, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara, dibabat untuk ditanami pohon kelapa pandan.
Sekretaris LSM Pancasila Jiwaku (Panjiku) Haris Arleck, bersuara keras terkait dugaan "pembiaran" yang terjadi pada kerusakan hutan mangrove ini.
Ia mengatakan, kerusakan diduga dilakukan oleh salah satu oknum pengusaha Nunukan yang mengklaim lahan tersebut adalah milik pribadi.
"Pembabatan mangrove terjadi sejak 2019. Tapi, sejauh ini tidak pernah terdengar adanya penindakan oleh Pemerintah Daerah maupun aparat berwenang di Kabupaten Nunukan," sesalnya.
UPT KPH dan DLH Nunukan, menjawab bahwa perihal dugaan pembabatan mangrove bukan lagi domain mereka, karena kewenangan sudah beralih ke Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Pusat, sehingga kewenangan mereka sama sekali lumpuh.
Baca juga: Kisah Sururi Kiai Mangrove dari Semarang, Puluhan Tahun Tanam Jutaan Mangrove di Kawasan Rob
Sementara itu, Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kalimantan Utara, Hamsi, mengaku heran tidak ada laporan masuk terkait dugaan pembabatan hutan mangrove di Kabupaten Nunukan. Padahal, kegiatan tersebut diduga sudah terjadi sejak 2019.
"Dari informasi yang kita dapat, itu terjadi sejak 2019. Aneh saja kok kami tidak menerima ada laporan masuk. Padahal diberitakan ada masyarakat yang melaporkan itu ke DLH Kabupaten," jawabnya.
Hamsi menegaskan, pembabatan mangrove bukan perkara sepele, karena berimplikasi pidana dengan konsekuensi hukuman berat.
"Makanya saya menyesalkan ketika DLH Kabupaten menjawab bahwa kewenangan mereka lumpuh. Kalau memang terjadi sejak 2019, bukankah mereka masih memiliki kewenangan? Karena kewenangan DLH baru dicabut antara 2020/2021," sesalnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.