Salin Artikel

Polres Nunukan Akui Penyidikan Dugaan Pembabatan 80 Hektar Mangrove Lambat

NUNUKAN, KOMPAS.com – Kasus dugaan pembabatan sekitar 80 hektar lahan mangrove oleh oknum pegusaha di Desa Binusan Dalam, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara, dipastikan terus diproses.

Kepala Unit Tindak Pidana Tertentu (Kanit Tipidter) Satreskrim Polres Nunukan Ipda Andre Azmy Azhari mengakui, penyidikan kasus tersebut berjalan lambat.

"Tapi kami bisa memastikan kasusnya terus berproses. Tidak ada istilahnya kasus ini tidak diproses," ujarnya, Jumat (8/7/2022).

Andre menegaskan, kasus dugaan pembabatan mangrove menjadi perhatian Kapolda Kaltara.

Ia menjelaskan, lambannya penanganan kasus pembabatan mangrove terkait dengan adanya kasus lain yang menjadi perhatian utama. Khususnya pasca-insiden penangkapan anggota Polri di Kaltara yang menyita perhatian publik.

Anggota berpangkat Briptu tersebut, selama ini dikenal sebagai seorang sultan, sebelum akhirnya, praktek lancungnya terbongkar.

"Jadi ada hubungan juga dengan kasus itu. Intinya ada pengawasan khusus untuk barang barang Malaysia yang masuk perbatasan RI-Malaysia akibat kasus itu. kita juga berfokus pada atensi utama, dan saat ini, kita mulai kembali bergerak di kasus kasus lama, salah satunya mangrove itu," jelasnya.

Kasus dugaan pembabatan mangrove

Dalam kasus dugaan pembabatan mangrove, Polres Nunukan sudah memetakan koordinat, termasuk luasan pasti dari dugaan pembabatan mangrove.

Polisi juga sudah melakukan pemeriksaan terhadap oknum perusahaan, termasuk PT. NBS.

"Tapi PT. NBS menolak hadir. Hanya oknum pengusahanya saja yang hadir. Dan oknum tersebut bersikeras kalau kasus itu hanya dilakukan dirinya pribadi, tidak berhubungan dengan PT. NBS," tutur Andre.

Meski demikian, polisi tentu tidak akan berpatokan pada keterangan sepihak oknum pengusaha.

Sebab menurut Andre, sangat mustahil jika atas nama pribadi saja dapat menguasai lahan seluas itu.

"Dalam aturan, berapa konsesi yang bisa dimiliki perorangan kan sudah jelas. Jadi masih banyak hal yang harus dibuka dalam kasus ini," lanjutnya.

Penelusuran dan penyelidikan terus berjalan. Sejumlah instansi Pemda Nunukan, antara lain, Dinas Lingkungan Hidup (DLH), Dinas PU bagian Tata Ruang Wilayah sudah dimintai keterangan.

Polres Nunukan juga sudah berkoordinasi dengan Kementrian, maupun Dirjend Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan.

"Kita segera berkoordinasi dengan Pemerintah Provinsi karena domainnya semua di Provinsi. Di Nunukan semua saling lempar, DLH ke Dinas Kelautan, dan sebagainya. Sehingga tidak semudah itu untuk mengerucutkan kasus ini," tegasnya.

Polisi juga masih merumuskan sangkaan pasal yang akan digunakan untuk menjerat tersangka dalam kasus ini nantinya.

Sebelumnya diberitakan, sekitar 80 hektar lahan hutan mangrove di Desa Binusan Dalam, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara, dibabat untuk ditanami pohon kelapa pandan.

Sekretaris LSM Pancasila Jiwaku (Panjiku) Haris Arleck, bersuara keras terkait dugaan "pembiaran" yang terjadi pada kerusakan hutan mangrove ini.

Ia mengatakan, kerusakan diduga dilakukan oleh salah satu oknum pengusaha Nunukan yang mengklaim lahan tersebut adalah milik pribadi.

"Pembabatan mangrove terjadi sejak 2019. Tapi, sejauh ini tidak pernah terdengar adanya penindakan oleh Pemerintah Daerah maupun aparat berwenang di Kabupaten Nunukan," sesalnya.

UPT KPH dan DLH Nunukan, menjawab bahwa perihal dugaan pembabatan mangrove bukan lagi domain mereka, karena kewenangan sudah beralih ke Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Pusat, sehingga kewenangan mereka sama sekali lumpuh.

Sementara itu, Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kalimantan Utara, Hamsi, mengaku heran tidak ada laporan masuk terkait dugaan pembabatan hutan mangrove di Kabupaten Nunukan. Padahal, kegiatan tersebut diduga sudah terjadi sejak 2019.

"Dari informasi yang kita dapat, itu terjadi sejak 2019. Aneh saja kok kami tidak menerima ada laporan masuk. Padahal diberitakan ada masyarakat yang melaporkan itu ke DLH Kabupaten," jawabnya.

Hamsi menegaskan, pembabatan mangrove bukan perkara sepele, karena berimplikasi pidana dengan konsekuensi hukuman berat.

"Makanya saya menyesalkan ketika DLH Kabupaten menjawab bahwa kewenangan mereka lumpuh. Kalau memang terjadi sejak 2019, bukankah mereka masih memiliki kewenangan? Karena kewenangan DLH baru dicabut antara 2020/2021," sesalnya.

https://regional.kompas.com/read/2022/07/09/082833078/polres-nunukan-akui-penyidikan-dugaan-pembabatan-80-hektar-mangrove-lambat

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke