Tingginya harga bahan pokok dan sembako sejak pandemi Covid-19 yang tak kunjung turun menjadi salah satu alasan.
Terlebih, alur pengiriman barang keluar masuk, hanya melalui koperasi yang ditunjuk oleh Pemprov Kaltara dan KJRI Kuching Sarawak.
Ia mencontohkan, harga gula pasir yang tadinya hanya Rp. 14.000- Rp 16.000, dengan sistem perdagangan melalui koperasi yang jalan sampai hari ini mencapai Rp. 24.000- Rp 26.000/Kg.
Demikian juga dengan bahan bangunan. Semen misalnya, sebelum melalui koperasi, dijual dengan harga Rp.180.000 - Rp 230.000 per zak, begitu lewat koperasi, harga menjadi Rp.300.000 per zak.
Koordinator aksi blokade jalur perbatasan RI - Malaysia di Krayan, Drs.Yuni Sere, mengatakan, ada sejumlah hal yang memicu protes warga adat Dayak Lundayeh yang berujung penutupan total jalur keluar masuk RI - Malaysia di Krayan.
Yang pertama, lambannya respon Pemprov Kaltara dan KJRI Kuching Sarawak, dalam mencari solusi permasalahan perdagangan di perbatasan.
Kedua, penolakan atas kebijakan Pemprov Kaltara dan KJRI Kuching, yang hanya menunjuk satu koperasi dalam perdagangan G to G.
"Karena sistem tersebut, membuka celah monopoli perdagangan yang menguntungkan koperasi, sementara warga masih harus tercekik akibat harga tinggi di tengah kesulitan mendapatkan Bapokting di perbatasan,"katanya.
Masyarakat adat Lundayeh menuntut agar Pemerintah segera membuka pola perdagangan tradisional seperti sebelumnya.
Masyarakat perbatasan RI - Malaysia, juga menolak praktek monopoli perdagangan di perbatasan Long Midang - Ba'kelalan.
"Agar pemerintah memberi peluang sebesar besarnya, kepada pihak pengusaha yang ada di kedua negara, untuk melakukan perdagangan seperti sebelum Covid-19,"tegasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.