Tuan tapa yang merasa terganggu kemudian datang untuk melerai, namun sepasang naga tersebut malah justru mengajaknya bertarung.
Tuan Tapa akhirnya bisa mengalahkan naga tersebut, dan membunuh naga jantan.
Alhasil sang putri yang dijuluki Putri Naga bisa dikembalikan kepada orang tuanya.
Mereka tinggal di pesisir pantai dan diyakini sebagai asal usul masyarakat di Tuantapa.
Sementara tubuh dan hati naga jantan yang mati dan hancur berubah menjadi bebatuan berbentuk hati yang berwarna hitam dan kini bernama Batu Hitam.
Darahnya yang menggenang juga berubah menjadi batu bernama Batu merah.
Kisah Putri Naga dan Tuan Tapa, juga terkait dengan cerita terbentuknya Pulau Dua dan Pulau Banyak.
Naga betina yang sedih melihat pasangannya mati pun mengamuk.
Naga itu membelah sebuah pulau menjadi dua bagian yang kini dikenal dengan Pulau Dua.
Naga tersebut terus mengamuk membelah pulau-pulau lain yang kini dikenal dengan Pulau Banyak di Kabupaten Aceh Singkil.
Bekas peperangan tersebut juga meninggalkan jejak kaki milik Tuan Tapa yang hingga kini masih ada di bibir pantai.
Tongkat dan sorban yang jatuh di dekat jejak kaki tersebut juga berubah menjadi batu.
Sementara setelah kejadian itu Tuan Tapa jatuh sakit dan meninggal pada bulan Ramadhan tahun Hijriyah.
Jasadnya konon dikubur di dekat Gunung Lampu, di depan Mesjid Tuo, Gampong Padang, Kelurahan Padang, Kecamatan Tapaktuan.
Hingga saat ini makam Tapak Tuan masih kerap dikunjungi oleh wisatawan baik dalam maupun luar negeri.
Sumber:
serambiwiki.tribunnews.com
bobo.grid.id