KOMPAS.com - Salah satu daya tarik wisatawan saat berkunjung ke Tapaktuan, Kabupaten Aceh Selatan adalah kenampakan serupa jejak kaki raksasa di bibir pantai.
Fenomena tapak kaki raksasa selebar 2,5 meter dan panjang 6 meter itu bisa ditemui jika berkunjung di bibir pantai kawasan pegunungan Gunung Lampu.
Baca juga: Legenda Batu Ampar, Wilayah yang Terbentuk dari Kekuatan Lemparan Si Badang
Kota Tapaktuan yang terletak sekitar 500 kilometer dari ibu kota Aceh, Banda Aceh namanya diambil dari dua suku kata tapak dan tuan.
Baca juga: Legenda Danau Kaco, Kisah Raja Gagak yang Jatuh Cinta dengan Putrinya Sendiri
Tak heran jika misteri keberadaan tapak kaki raksasa tak lepas dari legenda asal Kabupaten Aceh Selatan yaitu Putri Naga dan Tuan Tapa.
Baca juga: Legenda Si Pahit Lidah, Cerita Rakyat dari Sumatera Selatan: Pesan Moral dan Letak Makam
Alkisah pada masa lalu hidup sepasang naga yang terusir dari negeri Tiongkok karena tidak memiliki keturunan.
Setelah mengembara, sepasang naga tersebut akhirnya tinggal di sebuah teluk bernama Tuantapa.
Pada suatu hari, sepasang naga tersebut menemukan seorang bayi yang mengapung di lautan.
Bayi tersebut lalu mereka rawat dengan penuh kasih sayang hingga tumbuh dewasa.
Bayi tersebut pun tumbuh menjadi seorang gadis yang cantik.
Namun suatu hari datang sebuah kapal milik raja dari Kerajaan Asranaloka dari India.
Ternyata raja tersebut pernah kehilangan putrinya yang dulu hanyut dibawa air laut.
Saat melihat si gadis, raja tersebut yakin bahwa sosok itu adalah putrinya yang hilang.
Raja kemudian memberanikan diri menemui sepasang naga itu untuk meminta putrinya kembali.
Sepasang naga itu menolak hingga terjadi perkelahian antara sepasang naga dengan sang raja.
Perkelahian itu terdengar hingga ke tempat di mana Tuan Tapa tengah bertapa.
Tuan tapa yang merasa terganggu kemudian datang untuk melerai, namun sepasang naga tersebut malah justru mengajaknya bertarung.
Tuan Tapa akhirnya bisa mengalahkan naga tersebut, dan membunuh naga jantan.
Alhasil sang putri yang dijuluki Putri Naga bisa dikembalikan kepada orang tuanya.
Mereka tinggal di pesisir pantai dan diyakini sebagai asal usul masyarakat di Tuantapa.
Sementara tubuh dan hati naga jantan yang mati dan hancur berubah menjadi bebatuan berbentuk hati yang berwarna hitam dan kini bernama Batu Hitam.
Darahnya yang menggenang juga berubah menjadi batu bernama Batu merah.
Kisah Putri Naga dan Tuan Tapa, juga terkait dengan cerita terbentuknya Pulau Dua dan Pulau Banyak.
Naga betina yang sedih melihat pasangannya mati pun mengamuk.
Naga itu membelah sebuah pulau menjadi dua bagian yang kini dikenal dengan Pulau Dua.
Naga tersebut terus mengamuk membelah pulau-pulau lain yang kini dikenal dengan Pulau Banyak di Kabupaten Aceh Singkil.
Bekas peperangan tersebut juga meninggalkan jejak kaki milik Tuan Tapa yang hingga kini masih ada di bibir pantai.
Tongkat dan sorban yang jatuh di dekat jejak kaki tersebut juga berubah menjadi batu.
Sementara setelah kejadian itu Tuan Tapa jatuh sakit dan meninggal pada bulan Ramadhan tahun Hijriyah.
Jasadnya konon dikubur di dekat Gunung Lampu, di depan Mesjid Tuo, Gampong Padang, Kelurahan Padang, Kecamatan Tapaktuan.
Hingga saat ini makam Tapak Tuan masih kerap dikunjungi oleh wisatawan baik dalam maupun luar negeri.
Sumber:
serambiwiki.tribunnews.com
bobo.grid.id