Sampai saat ini, AS masih berada di penampungannya di Dubai. Ia belum bekerja seperti yang dijanjikan sang calo.
"Istri saya ingin pulang. Saya minta bantuan ke Solidaritas Perempuan untuk advokasi. Semoga istri saya segera dipulangkan," harap dia.
Solidaritas Perempuan Sumbawa pun melakukan proses advokasi atas kasus yang menimpa AK dan AS.
"Hari ini pihak BP3MI memberikan informasi, bahwa AK dan AS akan segera dipulangkan, advokasi sempat alot karena pihak keluarga diminta beli tiket sendiri jika kedua pekerja migran itu dipulangkan," tutur Ketua Solidaritas Perempuan Hadiatul Hasanah.
Namun pihaknya terus mendesak agar PMI itu dipulangkan.
Baca juga: 50.000 Orang Tonton MXGP Samota, Kapolres Sumbawa: Gunakan Shuttle Bus untuk Hindari Kemacetan
Berdasarkan data Advokasi Solidaritas Perempuan tahun 2021, terdapat 57 kasus pelanggaran hak, eksploitasi hingga trafficking.
Dari 57 kasus tersebut terdapat 19 kasus trafficking atau perdagangan manusia di Indonesia. Tujuh di antaranya berasal dari Sumbawa, NTB.
Meningkatnya angka Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) tersebut menjadi alarm agar semua pihak memberikan perhatian serius.
Oleh karena itu, Raperda Pelindungan Pekerja Migran di Kabupaten Sumbawa dinilai penting
Dia mengatakan, Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), menduduki posisi ke-6 sebagai kantong buruh migran di Indonesia. Hal tersebut berpengaruh pada tingginya jumlah remitansi di NTB yaitu sebesar Rp 1,02 triliun di tahun 2021.
Baca juga: Joki Cilik Muncul di Iklan MXGP, Aktivis Anak Kecam Gubernur NTB
Namun hal tersebut. sambungnya, masih berbanding terbalik dengan pelindungan yang diberikan negara kepada perempuan buruh migran khususnya di Kabupaten Sumbawa.
Sementara itu, pemberangkatan pekerja migran perempuan dengan negara tujuan Timur Tengah terus saja terjadi meski saat ini masih dalam kondisi moratorium (pelarangan).
Pemberangkatan tersebut terjadi dengan modus visa umrah dan kunjungan keluarga.
Hal ini menunjukkan bahwa penegakan Kepmen Nomor 260 Tahun 2015 masih sangat lemah. Hal ini juga berkorelasi dengan kebijakan Peraturan Daerah Nomor 08 Tahun 2015 tentang Pelayanan, Pelaksanaan dan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri sudah tidak relevan dengan UU Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia.
"Karena sudah tidak relevan lagi, maka kami dari SP Sumbawa inisiasi Ranperda baru tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia khususnya perempuan di Kabupaten Sumbawa," katanya.
Baca juga: Dituduh Selingkuh dan Dianiaya, Wanita di Sumbawa Tebas Suaminya dengan Parang