Awalnya masjid itu hanya dimanfaatkan untuk para jamaah, sebagian besar buruh pelabuhan dan pedagang, yang ingin menunaikan salat lima waktu.
Ibadah salat Jumat belum dilaksanakan karena jumlah jamaahnya masih sedikit.
Masjid yang terletak di kaki perbukitan Jayapura kawasan APO ini menjadi saksi bisu dinamika pembangunan kota seluas 940 kilometer persegi tersebut.
Pengurus Masjid yakni Jami H Muhammad Syaiful menuturkan, peristiwa paling bersejarah bagi rumah ibadah ini adalah seputar era 1962-1963.
Ketika itu terjadi peristiwa penyerahan wilayah Papua dari Belanda kepada Indonesia yang difasilitasi oleh militer sekutu. Masjid ini banyak didatangi oleh tentara Muslim yang dibawa Inggris dari Asia Selatan seperti India dan Pakistan.
Baca juga: Sejarah Kota Jayapura, Ibu Kota Papua, Kota yang Pernah Bernama Hollandia
Para tentara ini, sebagian asal Pakistan yang menjaga wilayah sekitar Pelabuhan Jayapura menjadikan Masjid Jami sebagai tempat salat dan beristirahat.
Para tentara Pakistan yang bermarga Khan tersebut turut merawat masjid dan menjadi imam di sini. Keberadaan mereka disambut jamaah karena telah menghidupkan suasana masjid.
"Sebagian dari mereka memilih berkeluarga di Jayapura dan keturunan-keturunan yang bermarga Khan cukup banyak tinggal di permukiman sekitar kawasan masjid," kata Syaiful seperti dikutip dari Antara.
Ada cerita kelam terjadi pada masjid ini sepeninggal tentara-tentara Pakistan dan India ketika mereka ditarik kembali ke negara masing-masing.
Baca juga: Mengenal Hutan Perempuan, Sepotong Surga di Teluk Youtefa Papua yang Rusak karena Tangan Manusia
Selain itu, para buruh pelabuhan yang merupakan jamaah tetap masjid mulai bergeser lokasi kerja ke kawasan Abe Pantai.
Mereka pun membangun masjid baru, Masjid Al Falah yang kemudian diketahui sebagai rumah ibadah umat Muslim kedua tertua di Jayapura.
Masjid Jami kemudian menjadi sepi serta tidak terawat. Di sekeliling masjid mulai tumbuh ilalang setinggi tubuh orang dewasa dan lebih mirip semak belukar.
Di sekitarnya juga mulai hadir rumah karaoke serta bar. Seorang tokoh masyarakat setempat sekaligus pendeta bernama Saparai kemudian meminta pemilik bar dan karaoke segera menutup usaha di dekat masjid.
Sehingga suasana Masjid Jami kembali bersih dari karaoke dan bar.
Baca juga: Danau Sentani dan Legenda Penunggang Naga di Papua