Masyarakat Suku Kamoro memiliki kehidupan sosial yang sangat kuat dengan alam dan adat istiadat.
Ketua Pemuda Adat Suku Kamoro, Leonardus Tumuka mengatakan, masyarakat Suku Kamoro tidak terlepas dari kehidupannya dengan alam dalam memenuhi kehidupannya sehari-hari.
Baca juga: Isak Tangis Iringi Pemulangan 18 Jenazah Korban Kecelakaan Maut Pegunungan Arfak ke NTT
Leonardus menjelaskan, masyarakat Suku Kamoro selalu berkaitan erat dengan sagu, sungai, sampan (perahu).
Sagu merupakan makanan pokok bagi masyarakat Suku Kamoro. Mereka memiliki dusun sagu yang ada di setiap kampung-kampung, sehingga bagi mereka sagu adalah makanan yang selalu melekat dalam kehidupannya masyarakat.
Masyarakat Suku Kamoro juga biasa mencari ikan, karaka dan siput di sungai. Mereka mencari menggunakan sampan atau perahu.
“Sampan atau perahu adalah salah satu alat transportasi yang digunakan masyarakat Suku Kamoro untuk mencari ikan, siput dan karaka di sungai. Tak hanya itu, sebagai tempat untuk menyimpan makanan. Perahu sebagai alat transportasi yang digunakan masyarakat Suku Kamoro sehari-hari,” jelasnya.
Baca juga: Tragedi Kecelakaan Maut di Pegunungan Arfak...
Antropolog Universitas Cenderawasih, Henro Likitoo mengungkapkan, basis sosial masyarakat Suku Kamoro ada di taparo atau hak ulayat dan dusunnya masing-masing.
Taparo merupakan tempat bagi masyarakat Suku Kamoro untuk membangun kehidupannya, mulai dari mencari makan, seperti mencari sagu, ikan, siput, karaka, dan lain sebagainya.
Lokasi ini menjadi tempat bagi masyarakat Kamoro untuk melangsungkan kehidupannya sehari-hari.
Tak heran, hal ini menjadi sebuah budaya yang membuat masyarakat Kamoro jarang berada di kampungnya masing-masing atau disebut sebagai budaya Kapiri.
Artinya dalam budaya ini, masyarakat Kamoro akan membawa anggota keluarganya, seperti suami, istri, anak-anak untuk pergi dengan waktu yang lama ke pinggir sungai sembari membuat tempat tinggal sementara untuk hidup di daerah tersebut.
“Masyarakat Kamoro akan hidup dengan membangun rumah sementara, tidur di situ, cari ikan, tokok sagu untuk makan dan mereka akan kembali untuk membawanya dan menjual di pasar,” jelasnya.
Baca juga: DPR Papua Resmi Serahkan Aspirasi Penolakan dan Penerimaan DOB ke Baleg DPR RI