Ulama adalah penjaga perubahan dalam masyarakat. Ia hadir sebagai pemegang otoritas dan katalisator dalm mencurai segela sengkarut.
Dia sesungguhnya mampu memberikan kontribusi yang signifikan pada wacana yang sedang berkembang, bahkan menkonstruksi wacana dalam situasi tertentu.
Dari apa yang terjadi, puncak kekuatiran adalah diamnya ulama dalam masa yang lama perihal terorisme ini, ditakutkan terbaca oleh banyak orang akan “persetujuan” terhadap tindakan itu.
Adab ulama terhadap umatnya adalah segera menjawab kerisauan sosial umatnya.
Mulailah berhenti memperebutkan ayat-ayat Allah demi kepentingan pribadi dan golongan, pilihlah ayat yang berguna untuk kedalaman kelestarian sosial yang lebih luas (mashalah al‘ammah).
Perlu disadari banyak riset di antaranya, (N. Hasan, 2006), yang menjelaskan bahwa gerakan-gerakan radikalisme, ekstremisme dan terorisme tidak akan berkembang sampai pada level terbawah masyarakat seperti nagari atau desa jika ekosistem dan konfigurasi sosial ekonomi masyarakat mendukung termasuk dukungan elite masyarakat (ninik mamak, alim ulama, cerdik padai, pejabat dan bundo kanduang).
Kemudian situasi ini akan semakin menguat jika munculnya semangat perlawanan dari masyarakat (cultural resistance) terhadap ideologi-ideologi sebagaimana dijelaskan di atas.
Situasi sebagaimana dilukiskan di atas, akan menjadi bola salju, jika semua stakeholder tidak merespons dengan cara tepat atau ulama tidak membenahi jalan atau metode atau konten dakwah mereka.
Tidak akan efektif penanggulangan tindakan teroris diserahkan seutuhnya kepada negara atau pemerintah.
Negara dan pemerintah mesti diperkuat dan didukung karena tidak hanya merugikan pemerintah an sich.
Situasi ini sungguh mengancam corak Islam kultural dan moderat yang selama ini menjadi ciri khas Sumbar selama ini.
Pentingnya counter wacana, gerakan, perlawanan yang konkret dan sebanding sehingga masyarakat mendapat pengetahuan yang seimbang.
Kemudian ulama dan masyarakat mesti bersepakat untuk medesiminasi Islam sebagai agama damai dan Pancasila serta NKRI adalah persoalan yang sudah final.
Terakhir mendorong pemerintah dan para politisi menunjukan perilaku yang sesuai dengan semangat demokrasi.
Tindakan-tindakan yang berlawanan dengan demokrasi seperti praktik oligarki, politik uang, politik transaksional dan politik dinasti mesti harus dieliminasi dalam kanvas politik Indonesia.
Kalau akhlak dan tindak laku ini tidak diperbaiki, akan membuka peluang untuk dijadikan argumentasi demokrasi adalah sistem yang salah dan thagut. Wallahua’lam bishawab
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.