Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Rusmadi, 60 Tahun Lebih Bertahan sebagai Perajin Gerabah

Kompas.com - 27/03/2022, 17:39 WIB
Slamet Priyatin,
Robertus Belarminus

Tim Redaksi

KENDAL, KOMPAS.com - Gerabah merupakan perkakas yang terbuat dari tanah liat atau lempung yang dibentuk, kemudian dibakar untuk dijadikan alat-alat yang berguna membantu kehidupan manusia.

Gerabah ini, biasanya berbentuk wadah, di antaranya tungku, gentong, cuek, vas bunga, kendil, dan lainnya.

Di Kabupaten Kendal, Jawa Tengah, berpuluh tahun lalu, ada kampung yang hampir semua warganya membuat gerabah.

Namanya Kampung Langenharjo, di Kecamatan Kendal.

Namun, seiring perkembangan zaman, keturunan perajin gerabah tersebut, satu per satu sudah memilih pekerjaan lain. Seperti bekerja di pabrik atau lainnya.

Baca juga: Sosok DK, Terduga Teroris yang Ditangkap Densus 88 di Kendal, Pernah Mempertanyakan Pancasila

Salah satu perajin gerabah Kampung Langenharjo yang hingga kini masih bertahan yakni Rusmadi (69).

Sejak ia berumur 7 tahunan, kata Rusmadi, dia sudah menjadi perajin gerabah.

“Nenek, orangtua dan tetangga saya, semuanya perajin gerabah. Mula-mula, saya hanya membantu, lama-lama saya jadikan pekerjaan tetap,” kata Rusmadi, pada Minggu (27/3/2022).

Rusmadi mengatakan, masyarakat Langenharjo Kendal, dulu hampir semuanya pengrajin gerabah.

Hasil kerajinannya dibeli oleh pedagang dari luar kota. Kini, satu per satu para perajin sudah banyak yang meninggal dunia dan keturunannya tidak mau meneruskan.

Mungkin, menurut Rusmadi, karena membuat gerabah adalah pekerjaan kotor, jadi banyak anak muda yang memilih pekerjaan lain.

Apalagi, sekarang pesanan gerabah tidak seperti dulu lagi, sehingga hasilnya kurang untuk makan keluarga sebulan.

“Di samping itu, banyak masyarakat yang mengganti gerabah dengan alumunium dan plastik,” ujar Rusmadi.

 

Rusmadi mengaku, membuat gerabah memerlukan kesabaran dan keterampilan.

Sebab, bila tidak, gerabah buatannya tidak seimbang dan pecah.

Membuat gerabah dimulai dari menyiapkan bahannya dulu, yaitu campuran tanah liat dan pasir sungai yang lembut.

Setelah itu, membentuk tanah liat yang sudah dicampur itu, sesuai dengan keinginan.

Apakah perajin ingin membuat kendil tungku, atau lainnya. Setelah jadi, dijemur sampai kering dan kemudian dibakar.

“Lama membuatnya, tergantung besar kecil dan tingkat kesulitannya,” ujar Rusmadi.

Rusmadi menegaskan, ia bertahan menjadi perajin gerabah karena peninggalan nenek moyang.

Baca juga: Kendal Turun ke PPKM Level 2, Plt Dinkes: Saya Terima Kasih kepada Masyarakat

 

Rusmadi tidak mau mencari pekerjaan lain, meskipun gerabah mulai kalah dengan produk yang terbuat dari plastik dan aluminium.

“Saya punya satu anak, dan anak saya juga menjadi perajin gerabah. Dia nanti yang meneruskan pekerjaan kami,” ujar Rusmadi.

Gerabah buatannya Rusmadi dibeli oleh pedagang dari Kendal sendiri dan daerah lain.

Rusmadi juga pernah mendapat pesanan tempat penggorengan dan cuek dari salah satu rumah makan yang ada di Kalimantan.

“Selama pandemi, saya sering mendapat pesanan gentong, untuk cuci tangan,” kata Rusmadi.

Hampir sama dengan Rusmadi, Bonawi (72), bertahan menjadi perajin gerabah juga karena ingin mempertahankan warisan nenek moyang.

Meskipun 3 anaknya lebih memilih bekerja di pabrik.

 

“Tapi anak-anak saya lebih suka bekerja di pabrik,” aku Bonawi.

Bonawi mengatakan, gerabah buatannya yang paling mahal adalah padasan. Harganya mencapai Rp 50.000.

Sementara itu, tokoh masyarakat Langenharjo Kendal, Sapto Gembong mengatakan, perajin gerabah sudah ada diperkirakan berbarengan dengan pecahnya Kerajaan Mataram dan ditangkapnya Pangeran Diponegoro. 

“Kemudian, pasukannya menyebar dan di kawasan yang ada di Kabupaten Kendal. Di antaranya di Langenharo, yang kemudian menjadi perajin gerabah,” ujar Gembong. 

Gerabah, menurut Gembong, pada saat itu menjadi alat rumah tangga yang dibutuhkan masyarakat, cepat berkembang di pasar.

Baca juga: Polisi Masih Selidiki Kasus Pembunuhan yang Tewaskan Ibu di Kendal

Memasuki masa kolonial, gerabah terus bertahan, hingga tahun 80-an.

“Pada awal tahun 90-an, setelah di Kendal didirikan beberapa pabrik, membuat generasi mudanya memilih bekerja di pabrik tersebut. Mereka sepertinya lebih bangga menggunakan seragam bersih dan kerjanya diantar jemput,” ujar Sapto.

Gembong menambahkan, dari data yang ia kumpulkan beberapa tahun lalu, masih ada 17 perajin gerabah yang masih bertahan di Kampung Langenharjo. 

“Mungkin sekarang sudah berkurang lagi,” kata Gembong.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

7 Pria Perkosa Anak di Bawah Umur di Bangka, 5 Pelaku Masih Buron

7 Pria Perkosa Anak di Bawah Umur di Bangka, 5 Pelaku Masih Buron

Regional
Ibu dan Anak di Ende Tertimpa Material Longsor, 1 Tewas

Ibu dan Anak di Ende Tertimpa Material Longsor, 1 Tewas

Regional
Diduga Dipukuli Anak Kandung Pakai Kursi, Ibu di Palembang: Lama-lama Saya Bisa Mati karena Dia

Diduga Dipukuli Anak Kandung Pakai Kursi, Ibu di Palembang: Lama-lama Saya Bisa Mati karena Dia

Regional
Marliah Kaget Tiba-tiba Jadi WNA Malaysia, Padahal Tak Pernah ke Luar Negeri

Marliah Kaget Tiba-tiba Jadi WNA Malaysia, Padahal Tak Pernah ke Luar Negeri

Regional
Marliah Kaget Tiba-tiba Jadi WNA Malaysia, Padahal Tak Pernah ke Luar Negeri

Marliah Kaget Tiba-tiba Jadi WNA Malaysia, Padahal Tak Pernah ke Luar Negeri

Regional
Sebelum Mutilasi Istrinya, Tarsum Sempat Titipkan Anak dan Ingin Merantau ke Kalimantan

Sebelum Mutilasi Istrinya, Tarsum Sempat Titipkan Anak dan Ingin Merantau ke Kalimantan

Regional
Banjir di Sulsel Tewaskan Belasan Orang, Mitigasi Risiko Dipertanyakan

Banjir di Sulsel Tewaskan Belasan Orang, Mitigasi Risiko Dipertanyakan

Regional
Viral, Video Polisi Razia Kosmetik di Sekolah, Polda Lampung Sebut Misinformasi

Viral, Video Polisi Razia Kosmetik di Sekolah, Polda Lampung Sebut Misinformasi

Regional
Seorang Pria Hilang Diterkam Buaya di Sungai Bele NTT, Tim SAR Lakukan Pencarian

Seorang Pria Hilang Diterkam Buaya di Sungai Bele NTT, Tim SAR Lakukan Pencarian

Regional
Terdampak Kasus Timah, 2 Pabrik Sawit di Babel Berhenti Operasional

Terdampak Kasus Timah, 2 Pabrik Sawit di Babel Berhenti Operasional

Regional
Warga Aceh Utara Diduga Tewas Dianiaya Polisi, Wakapolres: Tidak Ada Pemukulan

Warga Aceh Utara Diduga Tewas Dianiaya Polisi, Wakapolres: Tidak Ada Pemukulan

Regional
Kasus Pembunuhan di Sukabumi, Pelaku Mengaku Membela Diri karena Dipaksa Berhubungan Badan

Kasus Pembunuhan di Sukabumi, Pelaku Mengaku Membela Diri karena Dipaksa Berhubungan Badan

Regional
Bandara Sam Ratulangi Kembali Dibuka, 25 Pesawat Dijadwalkan Terbang Hari Ini

Bandara Sam Ratulangi Kembali Dibuka, 25 Pesawat Dijadwalkan Terbang Hari Ini

Regional
Tertimpa Tembok Roboh, Kakak Beradik di Ende Tewas

Tertimpa Tembok Roboh, Kakak Beradik di Ende Tewas

Regional
Hadir dengan Tema Niscala, Semarang Night Carnival 2024 Tampilkan 4 Unsur Budaya

Hadir dengan Tema Niscala, Semarang Night Carnival 2024 Tampilkan 4 Unsur Budaya

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com