KOMPAS.com - Seba merupakan upacara tradisional yang biasa dilakukan oleh Masyarakat Suku Baduy.
Tradisi Seba biasanya dilakukan dalam rangka menyampaikan rasa syukur atas hasil panen yang berlimpah dalam satu tahun.
Upacara ini rutin dilaksanakan setiap tahun yang di dalamnya ada prosesi silaturahmi antara masyarakat Suku Baduy dengan pemerintah setempat.
Tradisi Seba dilakukan di dua tempat, yaitu Pendopo Kabupaten Lebak dan di Kota Serang sebagai pusat Provinsi Banten.
Seba adalah kata dalam bahasa Baduy yang artinya persembahan.
Dalam konteks Upacara Seba, masyarakat Baduy atau Urang Kanekes akan mempersembahkan hasil panen kepada pemerintah.
Berdasarkan sejarahnya, Seba sudah dilakukan oleh masyarakat Baduy dalam kurun waktu yang lama.
Konon, upacara Seba ini sudah berlangsung sejak ratusan tahun silam, tepatnya pada masa kejayaan Kesultanan Banten.
Tradisi Seba ini juga menjadi wujud kesetiaan dan ketaatan Suku Baduy kepada pemerintah.
Pemerintah yang dimaksud dalam hal ini adalah Pemerintah Kabupaten Lebak dan Pemerintah Provinsi Banten.
Upacara Seba dapat diartikan sebagai kunjungan resmi masyarakat Baduy setelah musim panen.
Seba didahului oleh upacaa Kawalu, yaitu ungkapan terima kasih kepada Tuhan atas keberhasilan panen.
Secara umum, Seba memiliki tujuan berupa harapan keselamatan dan ungkapan rasa syukur.
Adapun tujuan upacara Seba secara khusus antara lain membawa amanat pu’un atau ketua adat, memberikan laporan, menyampaikan harapan, dan menyerahkan hasil bumi.
Kedua kelompok masyarakat Baduy itu akan dibedakan dengan warna pakaian yang dikenakan.
Baduy Dalam mengenakan busana dan ikat kepala berwarna putih.
Sedangkan Baduy Luar mengenakan pakaian berwarna hitam dan ikat kepala berwarna biru.
Sebelum Seba dilakukan, Urang Kanekes akan menggelar upacara kawalu terlebih dahulu selama 3 bulan.
Kawalu merupakan ungkapan rasa syukur kepada Tuhan dan upacaranya dibagi dalam tiga sesi.
Pada sesi ketiga akan tampak nuansa religi yang kental, seperti orang berusia 15 tahun ke atas akan berpuasa.
Setelah Kawalu, masyarakat Baduy akan melanjutkan dengan upacara Ngalaksa.
Ngalaksa ini berupa silaturahmi kepada kerabat dan tetangga, seraya membawa hasil panen.
Setelah Ngalaksa usai, maka upacara Seba pun akan segera dimulai.
Adapun waktu pelaksanaan Seba sendiri sudah disepakati baik oleh sesepuh adat maupun oleh pemerintah setempat di semua level.
Berikutnya, sesepuh adat akan menyeleksi warga Baduy yang akan turut dalam pelaksanaan upacara Seba.
Seleksi dilakukan untuk memilih warga yang sehat secara fisik, karena mereka akan berjalan kaki hingga 80 kilometer.
Upacara Seba diawali dengan pengucapan tatabean oleh salah seorang ketua adat yang ditunjuk.
Tatabean adalah ucapan seserahan warga Baduy kepada bupati dan disampaikan dalam bahasa Baduy.
Tatabean ini berisi tentang laporan kondisi warga Baduy, termasuk kondisi panen, lingkungan, dan kesehatan mereka.
Setelah Tatabean, akan dilakukan dialog. Dalam hal ini, pihak pemerintah baik bupati maupun gubernur akan menanggapi laporan Tatabean tadi.
Upacara Seba diakhiri dengan penyerahan hasil panen Baduy kepada Bupati.
Sebaliknya, pihak pemerintah akan menyerahkan bingkisan kepada perwakilan warga Baduy.
Sumber:
Kemdikbud.go.id