SAMARINDA, KOMPAS.com - Asosiasi Pertambangan Rakyat Indonesia (APRI) Kalimantan Timur (Kaltim) turut menyoroti pencabutan 180 Izin Usaha Pertambangan (IUP) oleh Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).
Dari 180 IUP itu, 34 IUP di antaranya ada di Kaltim.
Ketua APRI Kaltim Rudi Prianto mengatakan, komitmen dan niat baik dari pengusaha juga diperlukan dalam hal menggairahkan iklim investasi di daerah.
Baca juga: Pemprov Kaltim Merasa Tak Dilibatkan dalam Pencabutan 34 Izin Pertambangan: Sesuka Hati Mereka
Meskipun, kata dia, semangat pemerintah melakukan penataan izin juga diapresiasi.
Mengingat dari 2014 – 2020 terjadi dua kali peralihan kewenangan, seiring keluarnya UU Nomor 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah dan UU Nomor 3/2020 tentang Minerba.
Dua beleid itu mengalihkan kewenangan perizinan dan pengawasan IUP yang sebelumnya dari kabupaten dan kota ke provinsi kemudian ke pemerintah pusat.
Dalam peralihan tersebut, pemerintah pusat berhak menertibkan secara administrasi dokumen-dokumen IUP.
"Proses peralihan itu ada rekonsiliasi yang bermuara pada rekomendasi, apabila perusahaan masih serius berusaha, maka mereka harus memenuhi kewajiban-kewajibannya sebagai pemilik izin," ungkap Rudi saat dihubungi Kompas.com, Senin (21/2/2022).
Baca juga: Puan soal IKN Dipindah ke Kaltim: Pemerataan Pembangunan yang Tidak Jawa Sentris
Misalnya, komitmen pengusaha membayar PNBP dan setoran lain, sehingga memberikan pendapatan bagi pemerintah.
Komitmen berikutnya, kata dia, yang harus kepastian rencana melakukan produksi, dengan menyampaikan dokumen Rencana Kerja Anggaran Biaya (RKAB), sehingga ada kepastian perusahaan tersebut mulai berproduksi.
"Pemerintah lalu memantau progresnya sesuai komitmen perusahaan. Apabila perusahaan tidak dapat memenuhi, maka mereka akan mendapatkan sanksi administrasi mulai dari peringatan pertama, kedua sampai kepencabutan izin. Jadi bukan langsung dicabut," kata dia.