Menurut Sri, langkah yang dilakukan Pemprov Bengkulu sudah banyak.
Pernah ada kesepakatan antara nelayan trawl dengan Pemprov Bengkulu untuk mengganti alat tangkap yang ramah lingkungan.
Bahkan, perwakilan nelayan trawl dibawa ke Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) untuk mendapatkan alat tangkap pengganti trawl. Namun, nelayan trawl menolak ganti alat tangkap.
"Di KKP ada banyak jenis alat tangkap, mereka diminta memilih alat tangkap jenis apapun yang diperlukan asal jangan trawl, karena regulasi melarang. Namun nelayan trawl tidak mau. Maunya mereka alat tangkap yang bisa menangkap semua hasil laut seperti trawl. Akhinya mereka tidak ambil alat tangkap yang ditawarkan," kata Sri.
Baca juga: Tak Kunjung Berhenti Beroperasi 2 Kapal Trawl Dibakar Nelayan
Pihaknya juga pernah menggagas kerja sama dan koordinasi dengan Pemprov Sumbar, karena saling tuding antara Bengkulu dan Sumbar soal trawl.
"Sumbar tuding trawl dari Bengkulu, begitu juga sebaliknya. Maka kami buat kerja sama dengan Sumbar, agar ada koordinasi penanganan trawl yang terintegratif," ujar Sri.
Terkait kapal patroli laut, DKP memiliki kapal patroli lengkap dan canggih.
Patroli dilakukan secara rutin, namun karena tingginya biaya operasional, maka patroli intensitasnya kurang maksimal.
Anggaran untuk patroli di APBD Provinsi Bengkulu tahun 2022 hanya Rp 300 juta. Itu mencakup 525 kilometer garis pantai Bengkulu.
DKP juga telah membuat tim percepatan penyelsaian konflik nelayan yang diketuai Sekda, dan terdiri dari banyak pihak.
DKP juga membentuk Kelompok Masyarakat Pengawas (Pokmawas) untuk melaporkan aktivitas dan menjaga sumber daya ikan.
Poin yang penting, menurut Sri, adanya kemauan dan komitmen nelayan trawl untuk beralih menggunakan alat tangkap yang ramah lingkungan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.