SERANG, KOMPAS.com - Polda Banten menetapkan enam buruh sebagai tersangka kasus perusakan dan penghinaan kepada Gubernur Banten Wahidin Halim saat aksi unjuk rasa menuntut revisi SK UMK 2022.
Keenamnya yakni AP (46) warga Tigaraksa, Tangerang, SH (33) warga Citangkil Cilegon, SR (22) warga Cikupa, Tangerang.
Kemudian, SWP (20) warga Kresek, Tangerang, OS (28) warga Cisoka, Tangerang, dan MHS (25) warga Cikedal, Pandeglang.
Baca juga: Polisi Tetapkan 6 Tersangka Terkait Buruh yang Duduki Ruang Kerja Gubernur Banten
Menanggapi penetapan tersangka itu, Ketua DPD Serikat Pekerja Nasional (SPN) Intan Indria Dewi mengatakan, keputusan Gubernur Banten melaporkan buruh seharusnya tidak perlu dan dianggap berlebihan.
"Ini sudah keterlaluan ketika pemimpin daerah mau melaporkan rakyatnya yang padahal hanya mau ketemu dan menyampaikan dan menuntut soal kesejahteraan, upah layak. Jadi kan nilainya kemanusiaanya di mana?," kata Intan dihubungi wartawan di Kota Serang, Senin (27/12/2021).
Dikatakan Intan, pihaknya sudah membentuk tim bantuan hukum untuk mendampingi rekan-rekan buruh yang ditetapkan sebagai tersangka.
"Ada beberapa advokat dari serikat pekerja dan buruh. Jadi, lintas federasi jadi tidak hanya satu federasi. Pasti sudah ada tim bantuan hukum yang kita buat, dan juga membela dan mendampingi kawan-kawan," ujar Intan.
Baca juga: Terkait Penggerudukan Kantor Gubernur Banten, 6 Orang Masih Buron
Menurut Intan, Gubernur Banten Wahidin Halim seharusnya mau membuka ruang untuk berdialog dan duduk bersama membahas revisi SK UMK 2022.
Sehingga, aksi yang dilakukan para buruh masuk ke dalam ruang kerja Wahidin tidak terjadi.
"Ada sebuah spotanitas karena kekecewaan, yang berulang kali, kalau gubernur membuat ruang komunikasi dengan baik tidak akan hal ini terjadi," jelasnya.
Baca juga: Jadi Tersangka, Buruh Duduki Kursi Gubernur Banten Minta Maaf, Akui Tak Ada Niatan Menghina