BANDA ACEH, KOMPAS.com - Saiful Mahdi akhirnya bebas dari penjara setelah mendapatkan amnesti dari Presiden Joko Widodo pada 13 Oktober 2021.
Meski demikian, hingga saat ini status Saiful Mahdi yang sebelumnya sebagai dosen dan Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Fakultas MIPA Universitas Syiah Kuala, belum juga diaktifkan oleh pihak rektorat.
"Sampai saat ini status saya di sistem kepegawaian Unsyiah belum aktif, sehingga ini sangat menyulitkan saya sebagai dosen dan mahasiswa bimbingan saya, karena status saya tidak diaktifkan," kata Saiful kepada Kompas.com, Jumat (19/11/2021).
Baca juga: Bebas dari Penjara, Ini yang Disampaikan Saiful Mahdi
Menurut Saiful Mahdi, pihak Dekan Fakultas MIPA telah menyurati pimpinan Unsyiah untuk mengaktifkan kembali dirinya di kampus.
Bahkan, hal itu disampaikan hanya 2 hari setelah Saiful mendapat amnesti.
Namun, sampai saat ini namanya belum diaktifkan di sistem kepegawaian Unsyiah.
"Informasi dari pihak Dekan Fakultas MIPA, dua hari setelah amnesti ditandatangani Presiden, sudah mengirimkan surat permintaan pengaktifan ke Biro. Tapi sampai saat ini belum ada kepastian," kata Saiful.
Baca juga: Jalan Panjang Perjuangan Saiful Mahdi Melawan Pasal Karet UU ITE, yang Berujung Amnesti
Saiful Mahdi mengatakan bahwa dirinya sebagai warga negara yang taat hukum dan aturan merasa sangat tidak nyaman karena statusnya belum juga aktif di kampus.
Hal ini juga berdampak pada mahasiswa yang sedang bimbingan dan menyusun tugas akhir.
"Saya hanya bisa menunggu arahan dari pimpinan, khususnya dari Dekan Fakultas, karena Beliau mengatakan kami harus menunggu," kata dia.
Selain statusnya tidak aktif, Saiful Mahdi juga belum mendapatkan gaji dan tunjangan sebagai dosen PNS di Unsyiah.
"Gaji memang bukan persoalan utama, yang disayangkan saat ini mahasiswa yang sedang menyelesaikan tugas akhir, mereka tidak bisa saya bimbing. Tapi sebagai tanggung jawab, di luar kampus, tetap saya bimbing walau terbatas," ujar Saiful.
Baca juga: Komnas HAM Sebut Saiful Mahdi Bukti Mendesaknya Revisi Pasal Karet UU ITE
Sementara itu, anggota Komisi III DPR Arsul Sani menyebutkan, seharusnya Unsyiah segera menjalankan perintah hukum sesuai dengan amnesti yang diberikan oleh Presiden Joko Widodo.
Menurut Arsul, amnesti menyatakan bahwa apa yang sebelumnya dianggap sebagai kesalahan, telah dihapuskan menurut hukum.
Dengan demikian, Saiful Mahdi kembali menjadi sebagai orang yang tidak pernah punya kesalahan hukum.
"Beliau dapat amnesti, berbeda dengan grasi. Kalau grasi itu pengampunan, artinya salah tapi diampuni. Kami, DPR, berpendapat bahwa instansi tempat Saiful Mahdi bekerja ya harus mengikuti semangat amnesti yang diberikan Presiden, yaitu dengan memulihkan hak-hak, tentu juga kewajibannya sebagai seorang dosen," kata Arsul.
Baca juga: Setelah Pemberian Amnesti, Nama Saiful Mahdi Dinilai Perlu Dipulihkan
Sebelumnya, Saiful Mahdi divonis bersalah melanggar Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dengan hukuman 3 bulan penjara dan denda Rp 10 juta.
Putusan itu hanya gara-gara Saiful mengkritisi kejanggalan proses seleksi tes CPNS di lingkungan Unsyiah pada 2018 lalu, dan menyampaikan kritik itu dalam grup WhatsApp dosen Unsyiah.
Namun, saat sedang menjalani masa hukuman selama 1 bulan lebih di Lapas Banda Aceh, dia mendapat amnesti dari Presiden dan kemudian dibebaskan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.