KULON PROGO, KOMPAS.com – Warga menyebut bukit kecil tepi Sungai Progo itu sebagai Gunung Dayakan bagian dari Pedukuhan Kaliwiru, Kalurahan Tuksono, Kapanewon Sentolo, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Pucuk gunung paling atas itu seperti puncak tumpang yang dipapas rata.
Puncak bukit terkupas dikaitkan warga dengan bekas penambangan batu putih pada masa lalu. Jenis batu ini jamak dipakai untuk pondasi rumah.
Sisa penambangan cuma dikumpulkan dan ditumpuk begitu saja jadi semacam gundukan, termasuk pecahan batu sisa penambangan dulu.
Sunardi (50), warga yang tinggal hanya 100 meter dari lokasi itu, punya pemikiran sendiri pada batu sisa itu.
Baca juga: Candi Prambanan Tawarkan Paket Pruputan, Bisa Olahraga Pagi di Area Candi
Ia merasa perlu mengelola lingkungan bekas tambang itu agar terkesan tidak membosankan.
Timbul niat untuk menyusun batu agar lebih rapi.
“Daripada saya bikin yang seperti itu lagi (ditumpuk jadi gundukan), dulu monoton begitu saja. Tapi kali ini agak divariasi. Mudahnya kita bikin seperti itu (bentuk candi),” kata Sunardi di rumahnya, Kamis (21/110/2021).
Kebetulan pula Sunardi berniat menambang batu untuk dijual di lokasi itu. Pecahan batu yang pipih disisihkan lantaran tidak cukup nilai jualnya.
Ia lantas menumpuknya dengan rapi, yakni bertingkat mengerucut.
Sunardi mengaku tidak ingat kapan persisnya mulai menambang di sana.
Ia hanya mengingat alih pekerjaan dari penambang pasir ke penambang batu sejak Bendung Kamijoro, Tuksono, mulai dibangun pada 2016.
Baca juga: Beberapa Hari Ekskavasi, BPCB Jatim Temukan Struktur Bata Candi di Demangan, Madiun
Kamijoro sendiri bendungan yang diresmikan Presiden RI Joko Widodo pada akhir 2019.
“Karena tidak ada pilihan lain, katanya tidak boleh menambang pasir saat pembangunan Kamijoro itu. Saya beralih ke menambang batu di sini,” katanya.
Saat menambang itu, ia menjual batu yang besar sebagai batu pondasi dan menumpuk batu pipih yang merupakan pecahan, kemudian menjadi semacam candi.
“Tidak dirancang dulu. Setiap ada kericakan (pecahan) saya bikin kecil. Kalau tidak ada batu kecil tidak mungkin dibikin seperti itu,” katanya.
Seiring waktu, keisengan itu menghasilkan 12 candi-candian yang berdiri di sisi utara bukit.
Titik yang paling tinggi sekitar 3-4 meter berdiri sebagai pusatnya, kemudian dikelilingi candi kecil. Satu candi ukuran sedang juga dikelilingi candi kecil.
Baca juga: Operasi Patuh Candi di Semarang, Polisi Bagikan Bansos untuk Warga Terdampak Pandemi
Warga sekitar desa menyempatkan diri ke sana, selfie, dan menyebarkannya ke media sosial.
Tidak hanya karena candi-candian itu yang menarik perhatian, warga juga bisa menikmati panorama dari ketinggian berupa pemandangan Sungai Progo yang meliuk.
Dari sini keisengan itu berbuah manis. Pemerintah Kabupaten Kulon Progo tertarik dan menilai Gunung Dayakan punya potensi besar obyek wisata ke depan.
“Karena teknologi HP. Orang yang iseng selfie, hasil jepretan itu disebar ke media sosial,” katanya.
Pemerintah agaknya tertarik keberadaan candi-candian itu. Bahkan, lokasi itu jadi bagian dari pengembangan obyek wisata di Kulon Progo.
Tuksono sendiri berkembang obyek wisata Bendung Kamijoro yang memiliki panorama eksotik. Kali ini, Gunung Dayakan siap bersanding dengan Kamijoro.
“Sudah beberap kali didatangi pemerintah desa dua bulan belakangan, kemudian dari pemerintah kabupaten dan dinas pariwisata,” kata Suradi.
Bupati Kulon Progo, Sutedjo bersama jajarannya sempat meninjau candi ini sebagai tanda pemerintah melirik sebagai calon destinasi wisata dalam program Gerakan Sambanggo atau yang bisa diartikan “Sambang Kulon Progo”.
Baca juga: Es Tape Legendaris di Kulon Progo, Buka di Daerah Rawan Begal
Ini adalah gerakan yang diluncurkan Dinas Pariwisata Kulon Progo pada tahun 2020.
Sambanggo bertujuan menggerakan sektor pariwisata di Kulon Progo yang sempat terhenti karena adanya Covid-19.
Bupati Sutedjo mengapresiasi usaha dalam membangun dan mengelola calon destinasi wisata. Sutedjo mengharapkan keberlanjutan dalam mempertahankan daya tariknya.
“Kalau kita membangun destinasi wisata, mungkin management pengelolaannya bisa melihat tempat lain yang sudah berhasil, tapi materi atau produk yang ditampilkan, kalau bisa ciri khas, jangan hanya meniru tempat lain. Harus ciri khas yang di tempat lain tidak ada. Ini akan jadi tambahan daya tarik,” kata Sutedjo melalui rilis berita yang dikirim Dinas Kominfo Kulon Progo.
Gerakan Sambanggo berlangsung 10 kali hingga akhir tahun. Meliputi, Sambang Gisik, Sambang Gawe, dan Sambang Gunung. Gerakan Sambanggo di Tuksono adalah gerakannya yang kedelapan.
Baca juga: Rute Menuju Desa Wisata Tinalah di Kulon Progo yang Masuk 50 Besar ADWI 2021
Sunardi sendiri mengaku bersedia bila Gunung Dayakan jadi obyek wisata di hari depan. Warga yang akan merasa dampak positifnya, seperti perekonomian Kaliwiru semakin baik.
Kini warga secara sukarela mulai menata kawasan tersebut. Mereka gotong royong, memperbaiki jalan dan membersihkannya.
Warga juga merencanakan adanya panggung, teater hingga gardu pandang ke depan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.