KOMPAS.com - Seorang guru honorer di Kabupaten Karawang menjadi sorotan publik setelah videonya ikut ujian dalam kondisi sakit stroke viral di media sosial.
Dia adalah Imas Kustiani, seorang guru di SDN Wancimekar 1, Kecamatan Kotabaru. Di usia 53 tahun ia tetap mengikuti seleksi pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) dalam kondisi stroke.
Dalam video yang beredar di media sosial, Imas datang ke tempat seleksi di SMAN 3 Karawang menggunakan tongkat dibantu suaminya, Nana Suhana (54).
Baca juga: Viral, Video Tangis Guru Honorer Pecah, Digendong Pengawas dan Tetap Ikut Ujian PPPK meski Stroke
Mengetahui hal tersebut, seorang pengawas berinisiatif menggendong Imas. Ia lakukan hal tersebut karena khawatir Imas terlambat mengikuti seleksi.
Pengawas tersebut kemudian mendudukan Imas di sebuah bangku peserta ujian PPPK. Terlihat Imas menangis haru karena mendapat banyak dukungan.
Imas sudah 17 tahun menjadi guru honorer. Ia mengajar di SDN Wancimekar 1 sejak tahun 2003.
Ia dan suaminya tercatat sebagai warga Perumahan Eka Mas Permai, Desa Pangulah Utara, Kecamatan Kotabaru, Kabupaten Karawang.
Saat ditanya honor yang ia terima, Imas dan suaminya, Nana tak mau mengungkit panjang lebar. Hanya saja saat ini ia menerima honor sekitar Rp 1 juta.
Baca juga: Kisah Imas, Guru yang Tetap Semangat Tes PPPK meski Sakit Stroke, sampai Digendong Pengawas
Sejak ia menderita stroke 2 tahun terakhir, suaminya kerap membantu Imas beraktivitas. Sang suami akan mengantar Imas ke sekolah menggunakan motor yang digunakannya untuk berjualan es serut keliling.
"Saya ingin diangkat, saya tetap semangat. Teman-teman guru saya, kepala sekolah pun meminta saya tak pupus harapan," ujar guru honorer kategori dua itu saat ditemui di rumahnya, Sabtu (18/9/2021).
Nana Suhana, suami Imas bercerita jika ia mengantarkan istrinya ke lokasi tes dengan mengendarai motor.
Saat itu ia meminta waktu kepada pengawas karena istrinya sakit sehingga jalannya agak lama.
"Pas datang saya bilang ke pengawas istri saya bilang ke pengawas, istri saya sakit jalannya agak lama. Saya mohon waktu, takut terlambat. Malah pengawas langsung menggendong istri saya," kata Nana.
Bahkan menurut Nana, pengawas juga sigap membantu Imas yang kesulitan mengoperasikan komputer saat ujian.
"Dia (Imas) jawabannya terisi semua," ujar dia.
Menurutnya, sang istri sangat semangat mengikuti tes PPPK. Bahkan sebelum sakit, Imas bersama rekan-rekannya aktif memperjuangkan hak para guru honorer untuk diangkan sebagai PNS.
"Sejak dulu dia semangat, sudah beberapa kali ikut seleksi CPNS sejak 2013," ungkap Nana.
Walaupun sakit, semangat Imas untuk mengajar tak pudar. Walaupun daring, akan ada guru lain mendampinginya.
"Saat ini ngajar daring dari rumah, ada guru lain yang mendampingi," kata dia.
"Dia selalu semangat. Itu cita-citanya sejak dulu. Menjadi pendidik untuk mencerdaskan anak-anak," ucap Nana sambil memegangi lutut Imas.
Nana berharap istrinya lolos seleksai dan kembali sehat seperti sedia kala.
"Harapan kami, dia (Imas) bisa diangkat (PPPK)," ungkap dia.
Imas dan Nana menikah tahun 2001 dan dikaruniai anak.
Suatu hari, Imas meminta izin ke Nana untuk kembali sekolah dan mengajar. Imas adalah lulusan Sekolah Pendidikan Guru (SPG) dan melanjutkan kuliah di UPI Purwakarta.
"Saya izinkan, karena memang latar dia pendidikan guru," kata dia.
Nana bercerita sebelum sakit, istrinya beberapa kali ikut aksi bersama para guru honorer termasuk ke Jakarta.
Baca juga: Ketua Komisi X Nilai Seleksi PPPK Guru Tak Ramah untuk Guru Honorer Senior
"Karena itu, kami berharap kepada kepada pemerintah agar diangkat (PPPK), dan sehat kembali. Itu saja," ujar dia sembari matanya berkaca-kaca.
Imas pun langsung menimpali perkataan Nana.
"Yang lain yang belum diangkat semoga juga diangkat," kata Imas.
Suatu hari, pabrik tempat Nana bekerja bangkrut. Ia pun beralih menjadi penjual es serut atau apa saja yang tengah musim.
Selain berjualan berkeliling, ia juga kerap ikut jualan di pasar malam. Setiap pukul 17.00 WIB ia berangkat, lalu pulang sekira jam delapan malam.
Baca juga: Seleksi PPPK, Guru Honorer Harus Suntik Vaksin Covid-19 Dosis Pertama
"Penghasilan tidak tentu. Apalagi sejak pandemi, jarang dapat Rp 100.000. Kadang Rp 60.000, kadang Rp 50.000," ungkap dia.
Meski tak menampik ada kendala, Nana bersyukur kebutuhan ia dan istrinya selalu tercukupi. Apalagi putrinya berikut suaminya selalu membantu.
"Alhamdulillah," ucap dia.
SUMBER: KOMPAS.com (Penulis: Farida Farhan | Editor : Pythag Kurniati, Robertus Belarminus)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.