Serapan telur ke dalam paket bantuan sosial, kata Suryono, diharapkan mampu mengerek harga telur naik mendekati harga yang wajar.
Di sisi lain, telur yang dihasilkan peternak dibeli pemerintah juga dengan harga yang wajar dan tidak merugikan peternak.
"Hari ini kami mengeluarkan uang Rp 6.500 untuk satu kilogram pakan ternak siap pakai. Harga telur di kandang hanya Rp 13.500 hingga Rp 14.000 per kilogram. Padahal, harga pokok produksi adalah 3,5 kali harga pakan atau Rp 22.750 untuk per kilogram telur," ujar dia.
Solusi jangka menengah, lanjut Suryono, setidaknya terdiri dari dua hal, pertama adalah restrukturisasi dan relaksasi perbankan terkait pinjaman modal usaha yang dimiliki para peternak.
Menurut Suryono, hampir semua peternak memiliki pinjaman ke bank, terutama bank-bank milik pemerintah.
Sementara itu, selama satu tahun terakhir usaha ternak mereka terus merugi sehingga peternak tidak mampu lagi membayar angsuran.
"Jangankan buat mengangsur bank, hasil penjualan telur bahkan tidak cukup untuk membeli pakan dan biaya operasional lain," kata dia.
Akibatnya, banyak peternak yang harus menambah utang guna mempertahankan usaha mereka dan mencari dana untuk mengangsur utang yang lama.
"Kondisi seperti ini jelas tidak masuk akal jika terus berlangsung. Jadi, kami mengusulkan agar ada intervensi pemerintah untuk memberi keringanan kepada peternak terkait tanggungan perbankan yang kami miliki," kata dia.
Selain itu, kata Suryono, peternak juga mengusulkan agar pemerintah segera membuka keran impor jagung guna menekan harga jagung yang merupakan salah satu komponen pakan selain konsentrat dan bekatul.
"Kalau impor mulai dilakukan hari ini, paling cepat barang bisa sampai di pelabuhan 45 hari lagi, dan sampai di peternak bisa dua bulan lagi. Makanya, impor masuk solusi menengah," kata dia.
Adapun penyelesaian jangka panjang adalah usulan agar pemerintah mendorong perluasan lahan tanaman jagung yang dibudidayakan petani.