JAYAPURA, KOMPAS.com - Pelaksanaan Pilkada Yalimo 2020 masih belum tuntas. Kini, roda pemerintahan di kabupaten yang berbatasan langsung dengan Jayapura dan Jayawijaya itu lumpuh.
Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) pada 29 Juni 2021 yang manganulir kepesertaan pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati Yalimo nomor urut 1, Erdi Dabi-Jhon Wilil, berbuntut aksi pembakaran sejumlah kantor pemerintahan, kantor KPU dan Bawaslu, serta rumah warga.
Seluruh pelayanan kemasyarakatan pun lumpuh akibat kejadian tersebut, bahkan hingga kini pendukung Erdi Dabi-Jhon Wilil masih menutup akses jalan keluar dan masuk Yalimo.
Kini masyarakat menjadi korban dari konflik tersebut, sedikitnya 800 warga memilih keluar Yalimo karena takut menjadi korban dari situasi tersebut.
Jefri Loho, salah satu pemuda Yalimo yang tinggal di Distrik Elelim, mengeluhkan aktivitas masyarakat yang lumpuh.
"Di sini lumpuh semua, pelayanan kesehatan tidak ada, pelayanan lainnya juga tidak ada," uharnya saat dihubungi melalui sambungan telepon, Jumat (27/8/2021).
Ia bersyukur, massa yang menutup jalan masih memperbolehkan logistik masuk sehingga kebutuhan pangan masyarakat terpenuhi.
Hanya saja, kata Jefri, masyarakat yang sakit terpaksa berobat ke Wamena, Kabupaten Jayawijaya, dengan biaya sendiri.
"Selama ini ada beberapa masyarakat yang sakit harus berobat ke Wamena, di Puskesmas Elelim tidak ada pelayanan," kata dia.
Baca juga: Massa Pendukung Erdi Dabi-Jhon Wilil Tutup Akses ke Yalimo, Kapolda Papua: Tidak Boleh Bakar-bakar
Jefri menyebut, biaya transportasi dari Elelim ke Wamena tidak murah dan harus ditanggung oleh masyarakat yang sakit.
"Kalau ongkos per orang itu Rp 300.000, kalau carter itu bisa Rp 3 juta karena solar itu harganya Rp 1 juta," kata Jefri.
Komnas HAM soroti situasi Yalimo
Kondisi di Yalimo pun menjadi sorotan Komnas HAM Perwakilan Papua karena sudah ada beberapa masyarakat yang melaporkan situasi tersebut.
Kepala Perwakilan Komnas HAM Wilayah Papua Frits Ramandey menilai apa yang terjadi di Yalimo merupakan bentuk pelanggaran hak asasi manusia (HAM) karena banyak hak masyarakat yang tidak terpenuhi.
"Kondisi yang terjadi di Yalimo adalah pelanggaran hak ekonomi sosial dan budaya. Seharusnya masalah sengketa politik tidak boleh menghambat pelayanan publik untuk masyarakat," kata Frits saat dihubungi melalui telepon, Rabu (25/8/2021).
Komnas HAM pun berencana menemui Gubernur Papua sebelum menurunkan tim untuk melihat langsung situasi di Elelim.
"Komnas HAM akan menggelar pertemuan dengan Pemprov Papua untuk membahas solusi lumpuhnya pelayanan publik di Yalimo. Dalam pertemuan ini diharapkan untuk membentuk tim bersama yang meninjau kondisi warga di Yalimo," kata dia.
Selain itu, ia akan mendesak Pemprov Papua segera nencari solusi untuk permasalahan politik di Yalimo agar masyarakat tidak menjadi korban.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.