TASIKMALAYA, KOMPAS.com - Tindak Pidana Korupsi dana hibah terungkap kembali di Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat, pada anggaran Tahun 2018 yang merugikan Negara mencapai Rp 5,28 Miliar.
Sebelumnya, kasus korupsi dana hibah Rp 1,4 miliar terungkap di wilayah sama pada tahun 2018 sampai menyeret Sekretaris Daerah Kabupaten Tasikmalaya jadi tersangka dan telah menjalani hukuman penjara.
Kasus kali ini diungkap Kejaksaan Negeri Singaparna, Kabupaten Tasikmalaya, setelah menindaklanjuti rilis hasil pemeriksaan Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) Perwakilan Jawa Barat dari jumlah seluruh anggaran hibah Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2018 yang telah dicairkan mencapai Rp 139 miliar dari total anggaran belanja hibah Rp 141 miliar.
Baca juga: Ulama Banten Dukung Kejati Usut Aktor Intelektual Korupsi Dana Hibah Ponpes
Pemotongan dana hibah sampai 95 persen
Bahkan, pemotongan dana hibah kali ini ada yang mencapai 95 persen dari yang seharusnya diterima Rp 200 juta, malah dipotong sebesar Rp 190 juta dan hanya Rp 10 juta untuk lembaga penerima hibah.
Terdapat 39 lembaga penerima yang mengalami pemotongan 60 sampai 95 persen dari jumlah hibah yang seharusnya diterima tiap lembaga.
BPK pun menemukan sebuah lembaga peneliti sejarah Kabupaten Tasikmalaya menerima ratusan juta hibah berturut-turut mulai 2016, 2017 dan 2018 yang rekomendasi pemerintahannya melalui Bagian Kesejahteraan Rakyat (Bagkesra) tidak sesuai tugas pokok dan fungsinya.
Baca juga: Kasus Dana Hibah Transportasi di Waropen, Kejati Papua Selamatkan Uang Negara Rp 9,6 Miliar
Dugaan kerugian negara Rp 5,28 M ditemukan BPK, 9 orang jadi tersangka
"Kasus ini berawal dari temuan hasil pemeriksaan BPK RI Jabar tentang pelaksanaan dana hibah Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2018. Jumlah kerugian Negara sebesar Rp 5,28 miliar lebih. Kita rilis tetapkan 9 tersangka dalam kasus ini," jelas Kepala Kejaksaan Negeri Singaparna, Muhammad Syarif, melalui rilis yang diterima Kompas.com pada Sabtu (7/8/2021).
Mereka yang ditetapkan tersangka adalah UM (47), WAR (46), EY (52), HAJ (49), AAM (49), FG (35), AI (31), BR (41) dan PP (32).
Para tersangka selama ini berprofesi mulai dari pengurus partai politik, wiraswasta, pimpinan pondok pesantren, guru honorer, dan karyawan honorer.
"Awalnya ditemukan banyak lembaga penerima sampai akhir tahun tak menyerahkan bukti laporan pertanggungjawaban.
Dari sana, BPK menemukan potongan dana hibah yang tidak sesuai hasil audit," tambahnya.