Pasalnya, tarif biaya masuk tidak ditentukan apalagi dikelola oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor.
Cecep menegaskan, tempat wisata yang berada di kawasan Sentul ini merupakan curug sengketa karena banyak pihak yang saling mengeklaim status tanah secara legal formal.
"Tadi masyarakat teriak kemahalan, ya silakan tanya ke pengelola yang bersengketa. Makanya untuk pemungutan tarif saya kurang hafal dan memang tidak tahu sama sekali," ucapnya saat dihubungi Kompas.com, Jumat (11/6/2021) malam.
Masalah tersebut, sambung dia, sudah sejak lama dan dilatarbelakangi oleh saling klaim lahan.
Pemkab Bogor sampai saat ini hanya sebatas memediasi antar pihak yang saling klaim ketika menutup dan membuka curug tersebut.
"Diklarifikasi ketika ngomongin tarif yang menentukan bukan pemerintah, tapi mereka yang masih bersengketa, ada 8 pihak, perusahaan maupun perorangan," ungkapnya.
"Mereka yang klaim ini bagi-bagi gitu loh," tambahnya.
Meskipun demikian, Pemkab Bogor sudah beberapa kali berupaya hendak mengambil alih lahan wisata tersebut untuk dikelola dengan baik.
Masalah sengketa lahan yang sudah lama tak kunjung selesai, membuat pengambilalihan lahan tidak bisa kembali dilakukan karena statusnya tidak jelas.
"Jadi yang menentukan tarif dari zaman dahulu itu mereka, tidak ada keterlibatan Pemda tadinya Pemkab justru akan mengambil alih, karena kan statusnya nggak jelas jadi mundur kembali. Kalau dikelola sama Pemkab mungkin tarifnya akan jelas seperti tempat lainnya dengan legal yang jelas juga," jelasnya.
Oleh karena itu, wisatawan yang selama ini menjadi korban pungutan liar alangkah baiknya bisa membuat laporan ke polisi atau ke petugas Sapu Bersih Pungutan Liar (Saber Pungli).
"Jika pun terjadi pungli aparat kepolisian ranahnya bukan kami. Ketika ada pungli di situ ya ke saber pungli," ucapnya.
Cecep berharap agar masalah Curug Bidadari segera selesai, terutama legal formal karena status tanahnya yang sampai saat ini masih disengketakan oleh masing-masing pihak.
"Nah, sekarang kenapa Pemkab tidak ikut serta karena status tanahnya tidak jelas, masih dalam sengketa, otomatis ketika nanti sudah ada pemenang, inkrah menurut hukum nanti kitapun tidak akan diam dan akan mengarahkan kepada dinas terkait yang menangani masalah retribusi termasuk dinas pariwisata sehingga tarif ini akan menyesuaikan dengan legalitas yang benar," jelasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.