MALANG, KOMPAS.com - Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) Arist Merdeka Sirait mengatakan, kekerasan seksual yang diduga dilakukan oleh JE, pendiri SMA Selamat Pagi Indonesia (SPI) Kota Batu, Jawa Timur terhadap siswanya dilakukan secara terencana.
Tidak hanya sekali, Arist mengatakan, ada korban yang mengalaminya berkali-kali. Karena itu, Arist menyebut kekerasan seksual itu sebagai serangan persetubuhan, bukan lagi perkosaan.
"Kalau dalam Undang-Undang Perlindungan Anak itu serangan persetubuhan. Jadi bukan perkosaan. Kalau perkosaan itu sampai tiga kali, kalau sampai 15 kali bukan perkosaan," katanya di Mapolres Batu, Rabu (9/6/2021).
Baca juga: Dugaan Kekerasan Seksual Anak di Kota Batu, Polda Jatim Terima 20 Pengaduan dan 14 Laporan
Arist mengatakan, kekerasan seksual tersebut terjadi secara terencana. Korban yang masih berstatus siswa mulanya dipanggil oleh terduga pelaku.
Terduga melakukan itu disertai dengan ancaman, janji dan rayuan.
"Panggilnya (korban) satu-satu itu berarti perencanaan. Itu berarti serangan kekerasan seksual atau persetubuhan dengan ancaman dengan tekanan dan ada bujuk rayu di situ dan dijanji," katanya.
Baca juga: Selain Dugaan Kekerasan Seksual, SMA di Batu Juga Diduga Lakukan Eksploitasi Ekonomi
Janji itu berupa pemberian tanah dan pekerjaan yang layak. Sebab, rata-rata siswa di sekolah itu berasal dari keluarga tidak mampu.
"Karena dia berasal dari keluarga miskin dijanjikan tanah, misalnya supaya dapat tanah, supaya dapat pekerjaan yang layak dan sebagainya. Itu dijanjikan tapi itu tidak ada," jelasnya.
Tidak hanya itu, kekerasan seksual itu juga dilakukan dengan memanfaatkan relasi kuasa. Sebagai pendiri, terduga pelaku merupakan sosok yang disegani di lingkungan sekolah.
"Karena si terduga pelaku itu adalah mentor yang disegani oleh bukan saja peserta didik di situ tetapi juga oleh masyarakat umum," katanya.
Baca juga: Hanya Tersedia 16 Menit untuk Menyelamatkan Diri jika Tsunami Mengempas Pantai Selatan Blitar
Korban 16 orang
Sementara itu, korban yang sudah melapor ke Polda Jawa Timur berjumlah 16 orang. Sebanyak 14 korban sudah diperiksa dan telah divisum.
"Yang diperiksa sampai Jumat lalu sudah 14, itu juga sudah visum. Kecuali ada dua tambahan saksi kunci yang belum divisum, itu yang berasal dari Blitar. Jadi kalau mau ditotal itu bisa ada 16 tapi yang dua itu belum divisum. 14 sudah divisum secara baik," jelasnya.
Sebanyak 16 korban itu mengalami kekerasan seksual, kekerasan fisik dan eksploitasi ekonomi.
Rata-rata, korban berjenis kelamin perempuan. Ada juga korban laki-laki yang mengalami kekerasan fisik.
"Lebih banyak perempuan, ada laki-lakinya. Yang laki-laki lebih ke kekerasan fisik," jelasnya.
Baca juga: Cerita Bharatu HSR, Oknum Polisi yang Dipecat dari Kesatuan Usai Jadi Spesialis Pencurian Ponsel
Terlapor berinisial JE yang merupakan pendiri sekolah tersebut.
Pihak SMA Selamat Pagi Indonesia di Kota Batu membantah telah terjadi kekerasan seksual dan eksploitasi dengan terduga pelaku berinisial JE.
Kuasa hukum JE dari Kantor Hukum Recky Bernadus and Partners, Recky Bernadus Surupandy meminta pihak kepolisian untuk membuktikan laporan tersebut.
Baca juga: SMA di Batu Bantah Tudingan Kekerasan Seksual yang Dilaporkan Komnas PA
Kepala SMA Selamat Pagi, Risna Amalia mengaku kaget terkait laporan dengan terlapor JE yang tidak lain adalah pendiri sekolah tersebut.
Risna mengatakan, sejak sekolah itu berdiri pada 2007, dirinya tidak pernah mendapati kasus seperti yang dilaporkan.
"Karena sesungguhnya yang diberitakan sama sekali tidak benar. Saya di sini sejak sekolah ini berdiri 2007. Bahkan saya menjadi kepala sekolah dan ibu asrama sampai saat ini. Tidak pernah terjadi kejadian-kejadian seperti yang disampaikan. Sama sekali tidak ada," melalui pesan singkat pada Senin (31/5/2021).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.