Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Selamatkan Seni Tato yang Hampir Punah di Mentawai, dari Motif Mata Jaring hingga Tumbuhan Berduri

Kompas.com - 03/06/2021, 05:55 WIB
Rachmawati

Editor

KOMPAS.com - Teu Jorik Ogok Sabendang melenggang di jalan di tengah kampungnya di Muntei, Desa Simatalu, Siberut Barat, Kepulauan Mentawai, suatu pagi.

Perempuan itu mengenakan dua kembang sepatu merah di rambutnya dan kalung manik panjang di leher. Tubuhnya berselubung kaos hijau dan celana bermuda selutut.

Sekilas tak ada yang baru darinya. Tapi para tetangga melihat ada yang anyar pada kedua kakinya: tato motif pagar melingkar serta motif duri manau.

Baca juga: Ratusan Penghayat Kepercayaan Terima Dokumen Kependudukan, Ipuk: Jangan Ada Stigma dan Diskriminasi

Senyum Teu Jorik mengembang saat para tetangganya mengagumi tato baru di kakinya.

"Maeruk tiktikmu (indah tatomu) Jorik Ogok," teriak seorang tetangganya dari jendela rumah.

Tetangga yang lain ikut riuh menanggapi.

Sebelumnya, menurut Teu Jorik, hanya kaki kanannya yang ditato, sedangkan kaki kirinya masih kosong.

"Saya sering diejek, dipanggil sebelah, atau dikatakan kaki kayu. Kini mereka mengatakan tato saya rapi dan indah," kata Teu Jorik sambil tertawa.

Baca juga: Masak Kuliner Resep Bung Karno Bersama Warga, Bupati Ipuk Ingin Kenalkan Kekayaan Kuliner Daerah

Teu Jorik memperlihatkan tato baru pada kedua kakinya: tato motif pagar melingkar serta motif duri manau.Febrianti Teu Jorik memperlihatkan tato baru pada kedua kakinya: tato motif pagar melingkar serta motif duri manau.
Teu Jorik, 35 tahun, adalah istri seorang kerei di Simatalu. Suaminya, Teu Pano Ogok, adalah ahli pengobatan tradisional Mentawai dan tokoh yang memimpin ritual adat.

Teu Pano Ogok sudah memiliki tato di kedua kakinya, serta di dada dan punggung. Tato itu berupa tiga garis melintang di dada yang tersimpul di kedua bahu dan tersambung membentuk tiga garis yang melintang dipunggung.

Juru tatonya adalah Viator Simanri Sakombatu, 33 tahun, seorang sipatiti (juru tato) dari Pokai, Siberut Utara yang dikenal sebagai Bajak Letcu.

Dia datang setahun sebelumnya untuk menato Teu Jorik, dan kemudian datang lagi ke Simatalu untuk menato Teu Jorik dan beberapa orang lainnya.

Teu Jorik ingin segera menuntaskan tato di kedua tangannya.

Baca juga: Mengenal Tongkat Sakti yang Dipegang Bobby Nasution Saat Upacara Hari Pancasila

Proses membuat tato

Tato khas MentawaiFebrianti Tato khas Mentawai
Pagi itu, pada akhir Maret 2020 lalu, di beranda rumah kayunya, Teu Jorik bersiap ditato.

Para tetangga berdatangan, mereka terlihat sangat antusias menyaksikan pembuatan tato yang sudah langka itu.

Beberapa orang tua, laki-laki dan perempuan yang datang, terlihat memiliki tato dengan motif yang rapat di seluruh tubuh: mulai dari dagu hingga kaki. Tato mereka motifnya sama.

Dalam proses itu, Bajak Letcu si penato mulai menggambar pola tato di tangan Teu Jorik dengan spidol merah, namanya titik gagai atau tato tangan.

Baca juga: Mengenal Kepulauan Sula, Lokasi Terbakarnya KM Karya Indah Rute Ternate-Sanana

Di pergelangan tangan digambar dengan motif mata suba atau mata jaring penangkap ikan. Dilanjutkan dengan motif silogbag seperti pagar dan dijari-jari dengan motif tumbuhan berduri.

Bajak Letcu menggunakan alat tato Mentawai yang disebut lilipat patitik, berupa dua kayu. Satu kayu dengan jarum dan satu kayu lagi untuk pemukul.

Jarum tato diolesi tinta hitam dan ditaruh di atas kulit yang telah dipola, lalu proses tato dimulai dengan memukul-mukul kayu penato dengan tongkat kecil dalam gerakan cepat.

Baca juga: Mengenal Daun Sang, Tanaman Unik yang Ditemukan di Pedalaman Sumatera oleh Profesor Asal Belanda

Alat tato Mentawai disebut lilipat patitik, berupa dua kayu. Satu kayu dengan jarum dan satu kayu lagi untuk pemukul.Febrianti Alat tato Mentawai disebut lilipat patitik, berupa dua kayu. Satu kayu dengan jarum dan satu kayu lagi untuk pemukul.
Terdengar suara berirama tak..tak..tak..

Teu Jorik sesekali meringis saat jarum tato itu merajah kulitnya meninggalkan jejak hitam kemerahan tetapi tidak berdarah.

Penonton saling menanggapi. Seorang perempuan tua mengatakan saat dia ditato dulu dia sampai menangis.

"Itu tak mabesik (tidak sakit)," kata seorang laki-laki tua yang memperhatikan proses penatoan Teu Jorik. Yang lain mengangguk setuju.

Lelaki itu Teu Saliona Sapokak, 60 tahun, seorang sikerei. Ia memiliki tato Mentawai yang lengkap. Mulai dari lehernya hingga kaki.

Baca juga: Mengenal Kelemben, Bolu Kering Khas Banyuwangi yang Banyak Tersaji Saat Hari Raya Idul Fitri

Tato dadanya seperti garis yang melengkung yang mengikuti poros dada dan ditengahnya ada tato motif daun alepet, daun yang sering digunakan untuk tanaman obat.

Hanya seorang sikerei yang memakai motif daun di dada.

Di bahunya ada motif kulit langsat yang terkembang seperti bintang, di lengannya ada motif duri manau. Pahanya juga memiliki tato garis-garis yang melintang. Kedua kakinya ada motif pagar dan motif duri manau seperti motif tato di kaki Teu Jorik.

Teu Saliona mengatakan mulai ditato saat muda, ketika akan menjadi sikerei di hulu Saibi, kampung lamanya. Pembuatan tatonya dilakukan selama satu minggu.

Baca juga: Mengenal Masjid Cheng Ho Jember, Wadah Muslim Tionghoa Belajar Agama

"Dulu ditato sangat sakit sekali, jarum tatonya dari kawat yang diruncingkan, ada juga yang dari duri pohon jeruk, pewarnanya dari arang dan air tebu," kata Teu Saliona.

Kulitnya saat ditato itu berdarah dan bengkak dan terkelupas. Usai ditato ia berendam di sungai, malamnya demam. Setelah agak sembuh, dua hari kemudian ditato lagi bagian tubuhnya yang lain sampai tatonya lengkap.

"Dulu rambut saya panjang, dan memakai tiktik (tato) membuat kami terlihat indah," kata Teu Saliona.

Baca juga: Mengenal Malam Selikuran, Tradisi Unik Keraton Surakarta Sambut Turunnya Lailatul Qadar

Pelarangan tato

Teu Saliona Sapokak, 60 tahun, adalah seorang sikerei?ahli pengobatan tradisional Mentawai dan tokoh yang memimpin ritual adat.Febrianti Teu Saliona Sapokak, 60 tahun, adalah seorang sikerei?ahli pengobatan tradisional Mentawai dan tokoh yang memimpin ritual adat.
Desa Simatalu di Pulau Siberut bagian barat menjadi kampung tato terakhir di Kepulauan Mentawai. Di sebagian Pulau Siberut, tato sudah sangat jarang terlihat. Hanya ada pada beberapa orang yang tua.

Di tiga pulau lainnya, Pulau Sipora, Pulau Pagai Utara, Pulau Pagai Selatan, tato sudah lama hilang.

Pelarangan tradisi tato di Mentawai gencar dilakukan zending Protestan era Kolonial Belanda. Kemudian lebih masif ketika Indonesia merdeka.

Baca juga: Mengenal Dieng, Dataran Tinggi Vulkanis dengan Sensasi Magis, Miliki Kawah Sileri hingga Telaga Warna

Sejak 1954, pemerintah Indonesia melarang Arat Sabulungan—agama lokal yang dianut orang Mentawai. Mereka diminta memilih agama yang diakui pemerintah.

Budaya Mentawai seperti merajah tubuh, meruncing gigi, pengobatan dengan sikerei, dan ritual adat lainnya juga ikut dilarang karena dianggap bagian dari Arat Sabulungan.

Teu Saliona mengatakan pelarangan tato juga terjadi di Simatalu. Polisi datang ke kampung-kampung mereka, membakar semua peralatan sikerei, membuangnya ke sungai, menangkap orang-orang yang punya tato dan juga sipatitinya (juru tato).

Baca juga: Mengenal Jenis-jenis Batu Kecubung Ketapang, Warna Biru Laut Lebih Mahal

"Yang punya tato ditangkap dan dibawa ke Muara Sikabaluan di Siberut Utara dan dihukum disuruh membangun rumah-rumah di sana selama satu bulan," kata Teu Salona mengenang.

Ia tidak sempat mendapat hukuman karena setelah dia ditato tidak ada polisi yang datang ke kampungnya.

"Tetapi walau dilarang, orang-orang kembali membuat tato, karena tiktik itu arat (adat) Mentawai,"kata Teu Saliona.

Akibat masifnya doktrin pelarangan tato dari pemerintah, akhirnya anak-anak mereka mulai tidak memakai tato. Orang tua melarang anaknya memakai tato karena tidak bisa sekolah.

Baca juga: Mengenal 5 Gender Dalam Suku Bugis di Sulawesi yang Kerap Alami Stigma dan Diskriminasi, Apa Saja?

Seorang pria di Desa Simatalu melihat tato barunya di depan cermin.Febrianti Seorang pria di Desa Simatalu melihat tato barunya di depan cermin.
Guru juga ikut melarang siswa memakai tato Mentawai. Hanya yang tidak lagi sekolah yang tetap membuat tato.

Perpindahan pemukiman penduduk ke kampung baru bentukan pemerintah seperti di Dusun Muntei, Desa Simatalu, juga ikut mempercepat berkurangnya orang yang memakai tato karena mereka tidak punya banyak babi lagi.

Babi sangat penting di Mentawai, digunakan untuk punen (pesta adat) dan juga beberapa ritual adat. Babi juga menjadi alat pembayar tato pada sipatiti.

Setiap kali bagian tubuh ditato, sipatiti dapat imbalan satu atau dua ekor babi. Selain itu sipatitik juga diberi satu keranjang induk ayam dengan anaknya, juga satu tangguk ikan.

Baca juga: Mengenal Kopiah Desa Kediri, Laku di Dalam Negeri, Terkenal hingga Arab Saudi

Kini pembayaran upah tato dengan babi terasa mahal. Satu ekor babi harganya bisa ratusan ribu rupiah.

"Saya terlambat ditato karena belum ada biaya, tidak punya banyak babi lagi seperti dulu, lalu saya ditato Bajak Letcu, dia tidak minta bayaran apa-apa,"kata Teu Jorik.

Pada akhir sesi tato, dia menghadiahkan Bajak Letcu seekor ayam.

Bajak Letcu Sipatiti adalah seorang seniman tato Mentawai yang tinggal di Tuapeijat, ibu kota Kabupaten Mentawai di Pulau Sipora. Ia berasal dari Pokai, Siberut Utara.

Baca juga: Mengenal Kawalu, Upacara Adat Masyarakat Baduy untuk Menyucikan Diri

Ia belajar menato dari pamannya dan mendalami tato Simatalu dari Teu Ron Nganga seorang penato Simatalu yang kini usianya sudah sangat tua.

Bajak Letcu giat menyelamatkan tato Mentawai yang hampir punah.

Dalam tiga tahun terakhir dia sudah menato puluhan orang Mentawai dengan motif tato Mentawai dan peralatan tato tradisional. Tetapi jarumnya menggunakan jarum khusus tato.

"Di Simatalu saat ini penato hanya tinggal tiga orang, mereka sudah tua dan tinggal jauh di hulu sungai, tidak ada generasi baru yang menggantikannya, ini juga menjadi penyebab tato Mentawai bisa punah," katanya.

Baca juga: Mengenal Kucing Busok, Leopard dari Pulau Raas Madura dan Upaya Diakui Dunia

Walau hampir punah, tato masih dianggap sangat penting oleh sejumlah masyarakat adat Mentawai.

"Saat kami mati kami tidak bawa apa-apa, yang kami bawa adalah tato kami," kata Sikalabai seorang perempuan tua dari Dusun Muntei, Simatalu.

Wartawan di Padang, Febrianti, berkontribusi dalam artikel ini yang didukung oleh Rainforest Journalism Fund dan Pulitzer Center.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tawuran Geng Motor Tewaskan 1 Pelajar SMA, Dipicu Saling Tantang di Medsos

Tawuran Geng Motor Tewaskan 1 Pelajar SMA, Dipicu Saling Tantang di Medsos

Regional
Pembeli Timah Ilegal di Sungai Bangka Ditangkap, Total Ada 14 Tersangka

Pembeli Timah Ilegal di Sungai Bangka Ditangkap, Total Ada 14 Tersangka

Regional
Geng Motor Tawuran di Bandar Lampung, 1 Korban Siswa SMA Tewas

Geng Motor Tawuran di Bandar Lampung, 1 Korban Siswa SMA Tewas

Regional
Wilayah Terdampak Longsor dan Banjir Luwu Terisolasi, Pemprov Sulsel Salurkan Bantuan dengan Helikopter

Wilayah Terdampak Longsor dan Banjir Luwu Terisolasi, Pemprov Sulsel Salurkan Bantuan dengan Helikopter

Regional
Calon Independen di Pilkada Nagekeo Wajib Kantongi 11.973 Dukungan

Calon Independen di Pilkada Nagekeo Wajib Kantongi 11.973 Dukungan

Regional
Mahasiswa Unlam Hilang Saat Reboisasi di Hutan Kapuas Kalteng

Mahasiswa Unlam Hilang Saat Reboisasi di Hutan Kapuas Kalteng

Regional
Curug Putri Carita di Pandeglang: Daya Tarik, Harga Tiket, dan Rute

Curug Putri Carita di Pandeglang: Daya Tarik, Harga Tiket, dan Rute

Regional
ART di Sukabumi Tewas Diduga Dibunuh di Rumah Majikan, Pelaku Ditangkap Dalam Bus

ART di Sukabumi Tewas Diduga Dibunuh di Rumah Majikan, Pelaku Ditangkap Dalam Bus

Regional
115 Rumah Terdampak Banjir di Dua Nagari di Kabupaten Sijunjung

115 Rumah Terdampak Banjir di Dua Nagari di Kabupaten Sijunjung

Regional
Serang Polsek di Kalteng, 4 Pemuda Mabuk Ditangkap

Serang Polsek di Kalteng, 4 Pemuda Mabuk Ditangkap

Regional
Geng Motor Tawuran Dalam Permukiman di Bandar Lampung, Warga Sebut 1 Orang Tewas

Geng Motor Tawuran Dalam Permukiman di Bandar Lampung, Warga Sebut 1 Orang Tewas

Regional
Harga Anjlok dan Cold Storage Tak Memadai, Nelayan di Aceh Terpaksa Buang 3 Ton Ikan

Harga Anjlok dan Cold Storage Tak Memadai, Nelayan di Aceh Terpaksa Buang 3 Ton Ikan

Regional
Pilkada Banten 2024, Gerindra-Demokrat Ingin Lanjutkan KIM di Banten

Pilkada Banten 2024, Gerindra-Demokrat Ingin Lanjutkan KIM di Banten

Regional
Pengusaha Kerajinan Tembaga Boyolali Ditemukan Tewas di Rumahnya, Diduga Dibunuh

Pengusaha Kerajinan Tembaga Boyolali Ditemukan Tewas di Rumahnya, Diduga Dibunuh

Regional
Puncak Gunung Lewotobi NTT Hujan Deras, Warga Diimbau Waspadai Banjir Lahar

Puncak Gunung Lewotobi NTT Hujan Deras, Warga Diimbau Waspadai Banjir Lahar

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com