Slamet Yuono mengatakan, kasus ini bermula dari ketidaktahuan S terhadap pinjaman online.
Sebab, banyak pinjaman online yang ilegal yang dalam prakteknya merugikan pihak yang meminjam.
"Dia tidak tahu kalau pinjaman online itu ada yang legal, ada yang ilegal. Dia tidak tahu. Pokoknya ketika dilihat di HP ada aplikasi pinjaman online, bisa di-download dan mereka bilang syarat mudah. Ada KTP, foto selfie, rekening, langsung cair," katanya saat dihubungi melalui sambungan telpon, Senin (17/5/2021) malam.
Setelah ditelusuri, aplikasi pinjaman online yang digunakan oleh S ternyata banyak yang ilegal. Slamet mengatakan, dari 24 aplikasi pinjaman online yang digunakan oleh S, sebanyak 19 aplikasi merupakan pinjaman online ilegal. Hanya lima aplikasi yang legal dan terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
"Dari 24 pinjol (pinjaman online) ini, kita coba lihat, ternyata ada lima yang legal dan 19 yang ilegal," katanya.
Baca juga: Warga yang Sebut Temukan Telur Palsu di Kediri Minta Maaf
19 aplikasi pinjaman online ilegal ini yang model penagihannya membuat psikologi S terganggu hingga terlintas keinginan untuk bunuh diri. Berbeda dengan model penagihan pinjaman online yang legal yang masih dalam batas wajar.
"Dari lima yang legal ini katakan lah penagihannya masih standar, tidak terlalu menyakitkan hati atau menakutkan. Tetapi dari 19 pinjol ilegal ini yang menagihnya dengan bahasa-bahasa yang menyakitkan, bahkan sampai ke nyawa," jelasnya.
Ingin bunuh diri
S berada di titik terendah dan sempat berkeinginan untuk bunuh diri setelah diteror oleh sejumlah debt collector sekitar Bulan November 2020 lalu. S lantas kembali optimis menghadapi kasusnya setelah mendapat dukungan dari orang di sekitarnya dan mendapatkan bantuan hukum.
"Itu (sempat ingin bunuh diri) sekitar Bulan November 2020 sebelum kontak saya," kata Slamet Yuono.
Baca juga: Kronologi Gaduh Dugaan Telur Palsu di Kediri, Berawal dari Salah Penyimpanan
Pihaknya sudah berkirim surat ke Satgas Waspada Investasi terkait dengan kasus itu. Pihaknya akan kembali berkirim surat untuk menanyakan perkembangan kasus tersebut.
"Kami kirim surat ke Satgas Waspada Investasi, itu kantornya di OJK pusat sini. Korban buat laporan itu, tembusan ke Ketua OJK dan Kapolri bahwa ini benar adanya. Minggu depan kami akan kirim lagi surat yang kedua ke Satgas. Bagaimana itu tindaklanjutnya terkait surat kami yang pertama," jelasnya.
(Kontributor Malang, Andi Hartik)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.