SAMARINDA, KOMPAS.com - Tumpahnya minyak kelapa sawit di Simpang Pasir, Palaran, Samarinda, Kalimantan Timur, membuat warga setempat tak bisa gunakan air baku Sungai Mahakam untuk konsumsi.
Begitu juga dengan budidaya ikan nelayan di tambak, mati dan mengapung.
Mardiana seorang warga setempat mengaku tak bisa gunakan air Sungai Mahakam untuk mandi, mencuci dan lainnya setelah kapal pengangkut minyak kelapa sawit tenggelam.
"Iya sangat merugikan. Merugikan sekali. Karena setiap harinya kita mengambil air dari sungai. Maunya ditindaklanjuti. Pemerintah harus turun tangan, bagaimana caranya biar segera bersih," ungkap Mardiana kepada Kompas.com, Selasa (13/4/2021).
Baca juga: Kapal Pengangkut Minyak Kelapa Sawit Tenggelam, Air Sungai Mahakam Jadi Oranye
Diketahui, Sabtu (10/4/2021), kapal SPOB (self propelled oil barge) Mulia Mandiri bermuatan diduga ratusan ton minyak sawit (crude palm oil/CPO) tumpah di perairan Sungai Mahakam, Samarinda, tepatnya di Simpang Pasir, Kecamatan Palaran, saat kapal itu tenggelam.
Seketika perairan Sungai Mahakam berubah jadi warna oranye dipenuhi minyak sawit.
Menurut Dinas Lingkungan Hidup Kaltim, sebaran tumpahan minyak itu sejauh tujuh kilometer dari titik terjauh ke arah hilir sungai berdasarkan pantauan menggunakan drone dan Google Maps.
Sebanyak tujuh ABK berhasil selamat setelah berhasil berenang ke darat, sementara satu orang tenggelam dan meninggal dunia.
Jasadnya ditemukan esoknya, setelah kejadian sejauh tiga kilometer dari titik tenggelam kapal.
Baca juga: 7 Kilometer Kawasan Sungai Mahakam Terdampak Tumpahan Minyak Kelapa Sawit
Lurah Simpang Pasir Armansyah menuturkan, warga yang bermukim di sepanjang tepi Sungai Mahakam rata-rata menggunakan air baku Sungai Mahakam untuk kebutuhan sehari-hari.
Karena itu, tumpahan minyak itu sangat merugikan mereka.
"Itu (tumpahan minyak sawit) jelas merugikan warga sekitar," ungkapnya saat dihubungi Kompas.com.