Sejak lama LAPAN berniat untuk membangun fasiltias peluncuran roket, tapi langkah ini dinilai sebagai "langkah sepihak".
"Sehingga di dalam itu, kalau pemerintah mau bangun ini buka ruang duduk dengan semua masyarakat biak, baik dewan adat, semua komponen, baru kita bicara. Tidak bisa ambil keputusan sepihak," tambah Maichel.
Baca juga: Penjelasan Lapan soal Lapisan Inversi dan Penyebab Suara Dentuman Misterius
Sejauh ini LAPAN tidak melihat adanya penolakan yang dilandasi alasan yang kuat dari sebagian warga.
"Kalau ada penolakan secara politis saya tidak berhak menanggapi itu," kata Chris.
Sejauh ini Chris mengklaim pemerintah daerah sudah setuju pada rencana pembangunan fasilitas peluncuran roket, termasuk DPRD setempat.
Sementara itu, Kepala Balai Kendali Satelit, Pengamatan Antariksa dan. Atmosfer, dan Penginderaan Jauh di Biak, Dian Yudistira mengatakan, pihaknya sudah "sosialisasi sebanyak 3 kali kepada masyarakat."
"Memang ada beberapa kepala keluarga yang belum mendukung, mungkin harus ada pendekatan dari pemda setempat," kata Yudistira.
Baca juga: Penjelasan Lapan soal Lapisan Inversi dan Penyebab Suara Dentuman Misterius
Pengamat teknologi sekaligus Direktur Eksekutif Indonesia ICT Institute, Heru Sutadi mengatakan jarak aman pusat peluncuran roket itu ke pemukiman masyarakat sejauh 30 kilometer.
Ia menilai Biak menjadi tempat yang strategis sebagai lokasi pembangunan pusat peluncuran roket.
Lokasinya di khatulistiwa yang mempersingkat jarak orbit, juga dekat dengan laut sebagai tempat pembuangan sisa roket.
Baca juga: Dentuman Misterius di Malang, Ini Penjelasan PVMBG, BMKG dan Lapan
Akan tetapi, semua itu harus dikaji terkait standard keselamatan bagi lingkungan sekitar, termasuk manusia. Hasil kajian ini, kata dia, perlu disampaikan kepada masyarakat.
"Dibutuhkan satu lingkungan yang memang kosong. Agar ketika sesuatu yang hal yang tidak diinginkan terjadi, ini tidak menimbulkan dampak ke lingkungan, dampak ke manusia," kata Heru kepada BBC News Indonesia, Senin (22/3/2021).
Dampak yang tidak diinginkan itu antara lain ketika roket meledak di darat, atau terjadi persoalan ketika dalam perjalanan menuju angkasa.
"Harus dikaji secara mendalam dampaknya seperti apa, kemudian kalau terjadi hal-hal yang tidak diinginkan bangaimana mengatasinya? Mitigasi seperti apa? Baru menyimpulkan akan di sana," lanjut Heru.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.