Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tekan Jumlah Limbah, Mahasiswa Unpad Gagas Masker Kain dengan Efektivitas Masker Medis

Kompas.com - 25/02/2021, 13:41 WIB
Reni Susanti,
Abba Gabrillin

Tim Redaksi


BANDUNG, KOMPAS.com - Mahasiswa Universitas Padjadjaran (Unpad) menggagas konsep masker kain yang tingkat efektivitasnya seperti masker medis.

Salah satu alasannya, untuk mengurangi limbah medis dari masker bekas pakai.

"Masker medis dan masker sekali pakai lainnya menyumbang peningkatan limbah medis dan pencemaran lingkungan," ujar mahasiswa program studi Kimia Unpad, Rifky Adhia Pratama dalam keterangan yang diterima Kompas.com, Kamis (25/2/2021).

Baca juga: Penyebab Banjir di Jabar, Begini Kata Pakar Hidrologi Unpad

Rifky mengungkapkan, selama ini masker kain atau masker yang bisa dipakai berulang menjadi alternatif.

Namun, masker kain ternyata kurang efektif menahan virus dari droplet maupun aerosol.

Untuk itu, penggunaan masker medis tetap menjadi rekomendasi untuk menekan laju penularan Covid-19.

Kondisi ini yang mendorong Rifky dan empat mahasiswa Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) lainnya mengembangkan gagasan penelitian masker kain dengan efektivitas yang serupa masker medis.

Lima mahasiswa tersebut yakni Rifky Adhia Pratama (Kimia), Riska Kurniawati (Biologi), Farrel Radhysa Muhammad Zahdi (Biologi), Didi Permana (Fisika), Muhammad Naufal Ardian (Fisika), serta dibantu tiga dosen pembimbing.

Baca juga: Produksi Rapid Test Antigen Murah Buatan Unpad Terkendala Bahan Baku

Kelimanya menggagas ide masker dengan kombinasi katun 60 persen, poliester 40 persen serta dilapisi dengan lapisan grafena dari sekam padi.

Ide ini diwujudkan melalui riset yang masih berbasis literatur.

Masker dengan komposisi tersebut diyakini mampu menghambat droplet dan aerosol dari luar.

Apalagi ditambah grafena yang dilapis di bagian permukaan masker.

Berdasarkan literatur, lapisan grafena memunculkan sifat super hydrophobic atau sifat yang mampu menolak air.


Ini dibuktikan dengan hasil pengukuran sudut kontak yang menunjukkan bahwa lapisan grafena memiliki nilai lebih kurang 141 derajat.

Nilai ini melebihi acuan suatu material hydrophobic, yaitu 90 derajat.

Menilik sifat penyebaran virus SARS-CoV-2 yang bisa bertransmisi melalui droplet (percikan) dan aerosol, adanya efek super hydrophobic akan optimal memblokir droplet maupun aerosol, baik dari luar masker maupun jika pengguna masker merupakan penyintas Covid-19.

Selain itu, efek lain dari lapisan grafena pada masker adalah memunculkan aktivitas photothermal. Aktivitas ini memanfaatkan sinar matahari untuk mengatalisis suatu reaksi.

Rifky menjelaskan, ketika masker kain dilapisi grafena, data menunjukkan, proses photothermal di masker bisa mencapai 80 derajat, sehingga mampu menginaktivasi virus.

“Berdasarkan data jurnal yang kami peroleh, protein spike pada virus SARS-CoV-2 sangat sensitif terhadap suhu tinggi, sehingga lapisan masker kain mampu hasilkan efek photothermal yang akan berpotensi menginaktivasi virus,” kata Rifky.

Grafena

Pemanfaatan grafena dari sekam padi merupakan potensi yang unik.

Sekam padi sendiri merupakan limbah yang kerap dihasilkan dari aktivitas pertanian.

“Kita tahu Indonesia merupakan negara agraris. Setiap produksi beras akan menghasilkan 20–30 limbah sekam padi,” kata dia.


Dari studi literatur ditemukan bahwa sekam padi mengandung 30–40 karbon, zat yang menjadi cikap bakal dari grafena.

Sayangnya, potensi ini masih belum dimanfaatkan dengan baik. Sekam padi biasanya masih digunakan untuk pakan ternak.

Selain itu, tidak hanya sebagai pelapis masker kain, grafena dari sekam padi juga bisa dikomersialisasikan.

Hal itu yang membuat grafena memiliki nilai jual yang tinggi di tingkat global.

Juara internasional

Rifky dan tim mengangkat riset literatur ini ke ajang internasional ASEAN Innovative Science Environmental and Entrepreneur Fair pada Januari-Februari 2021.

Hasilnya, tim memperoleh medali emas dan penghargaan Best Innovation untuk kategori inovasi sains dan lingkungan berdasarkan hasil kompetisi yang diumumkan virtual, Selasa (23/2/2021).

Sebanyak 505 peserta dari 20 negara mengikuti kompetisi penemuan virtual yang diinisiasi lembaga Indonesia Young Scientist Association (IYSA) bekerja sama dengan lembaga saintis lainnya dari berbagai negara.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com