Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Diberondong 24 Peluru, Paguh si Orangutan Tak Lagi Bisa Melihat

Kompas.com - 28/11/2019, 14:34 WIB
Kontributor Medan, Mei Leandha,
Abba Gabrillin

Tim Redaksi

MEDAN, KOMPAS.com - Paguh, orangutan jantan berusia 25 terlihat kuat menjalani operasi pengeluaran 24 butir peluru senapan angin yang bersarang di tubuhnya.

Sesuai namanya, Paguh dalam bahasa Suku Karo berarti kuat.

Kepala Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Aceh Agus Arianto berharap, kondisi kesehatan Paguh dapat berangsur membaik.

Paguh awalnya ditemukan dalam kondisi sekarat oleh petugas patroli hutan.

Berdasarkan koordinasi dengan Human-Orangutan Conflict Rescue Unit (HOCRU), Paguh langsung dievakuasi ke Stasiun Karantina Orangutan Batumbelin- Sibolangit, Kabupaten Deliserdang, Sumatera Utara.

Karantina orangutan tersebut yang dikelola oleh dua lembaga swadaya, yakni The Sumatran Orangutan Conservation Programme (SOCP) dan Yayasan Ekosistem Lestari (YEL).

"Ada 24 peluru di tubuhnya. Kedua matanya buta, diduga akibat tembakan. Upaya penyelamatan masih dilakukan," kata Agus, Kamis (28/11/2019).

Baca juga: Misteri Kera Raksasa Setinggi 3 Meter Terkuak, Masih Kerabat Orangutan

Meutya, dokter hewan yang menangani Paguh awalnya berharap mata primata dilindungi ini bisa diselamatkan atau setidaknya tidak rusak total.

Sayangnya, hasil pemeriksaan menyatakan kedua mata Paguh sudah buta.

Indikasinya, bola mata kanan tampak merah sementara bola mata kiri keruh.

"Diduga karena cedera yang terjadi lebih dulu dibanding bola mata kanan,” ujar Meuthya.

Dari hasil pemindaian sinar x, diketahui peluru menyebar di beberapa bagian tubuh.

Rinciannya, 16 peluru di kepala dan 4 di kaki dan tangan.

Kemudian, 3 peluru di daerah panggul, dan satu peluru di daerah perut.

“Kita telah mengeluarkan tiga peluru di bagian kepala. Perawatan intensif akan terus kami berikan sampai kondisinya membaik. Kebutaan yang dialami memastikan kalau Paguh tidak akan dilepasliarkan ke habitatnya meskipun pulih total," kata Meuthya.

Paguh bukan yang pertama

Apa yang dialami Paguh bukan kasus pertama.

Dokter hewan Citrakasih Nente Supervisor Program Rehabilitasi dan Reintroduksi Orangutan YEL-SOCP mengatakan, dia pernah menerima orangutan dengan 100 butir lebih peluru di tubuh.

Orangutan malang itu bernama Hope.

Sepanjang sepuluh tahun terakhir, YEL-SOCP sudah menerima sekira 20 orangutan korban senapan angin.

Ini membuktikan bahwa perburuan orangutan masih marak.

“Perlu keseriusan pihak berwenang untuk menertibkan penggunaan senapan angin, untuk memastikan kejadian yang dialami Hope dan Paguh tidak terus terulang,” kata Citra.

Baca juga: Viral, Foto Orangutan Tapanuli Terluka Saat Nyasar di Ladang Buah Warga

Citra mengingatkan bahwa orangutan adalah jenis satwa liar yang sangat terancam punah dan dilindungi.

Hal itu sesuai Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya Pasal 21 ayat (2) huruf (a) jo Pasal 40 (u).

Sanksi pidana bagi yang melanggar adalah penjara maksimal 5 tahun dan denda Rp 100 juta.

Paguh adalah jenis Pongo abelii yang berbeda dengan Orangutan Borneo (Pongo pygmaeus) dan Orangutan Tapanuli (Pongo tapanulienses) yang habitatnya berada di ekosistem Batangtoru, Sumatera Utara.

Saat ini, ketiga spesies tersebut masuk daftar merah atau sangat terancam punah oleh International Conservation Union (IUCN).

Jumlah populasi di alam liar diperkirakan tinggal 13.400 untuk orangutan Sumatra dan 800-an orangutan Tapanuli.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com