Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Pak Sahid Tukang Permak Baju, Tetap Bekerja di Usia Senja

Kompas.com - 29/04/2019, 11:23 WIB
Muhlis Al Alawi,
Rachmawati

Tim Redaksi

SOLO, Kompas.com - M. Imam Mustahid yang akrab dipanggil Sahid di usia hampir 80 tahun masih bekerja sebagai penjahit. Dia setia menjahit baju di gerobak dorong yang dimodifikasi di pinggir Jalan dr. Wahidin, Kota Solo

Dengan peralatan mesin jahit konvensionalnya, warga Kelurahan Penumping, Kecamamtan Laweyan tersebut mulai menjahit satu persatu pakaian dan celana yang dipermak pelanggannya. Sahid tak mengeluh, meski panas dan debu dirasakan setiap hari,

Baca juga: 5.000 Penari Jaranan akan Meriahkan Hari Tari Sedunia di Solo

Selain untuk menjahit, Sahid juga menggunakan kereta dorong tersebut sebagai tempat menyimpan peralatan menjahit dan aksesoris sejak dua tahun terakhir. Sebelumnya, ia pernah memiliki bangunan semi permanen, namun harus digusur karena kebijakan pemerintah yang tidak memperbolehkan pedagang kaki lima membangun bangunan permanen di tepi jalan untuk tempat usahanya.

"Tahun 2017 akhir Satpol PP keliling dan membongkar tempat usaha permanen di pinggir jalan. Tempat usaha sifatnya harus bongkar pasang," kata Sahid kepada Kompas.com, Sabtu (27/4/2019).

Di masa mudanya, setelah tamat sekolah rakyat di Kalioso , ia merantau mengadu nasib di Kota Solo. Sahid pernah berjaya saat berjualan baju di Pasar Klewer sejak tahun 1955. Namun beberapa tahun kemudian, usahanya bangkrut dan bersama istrinya, ia pindah usaha di PGS. Namu, walaupun pindah nasib usahanya tak kunjung membaik.

Ia bersama istrinya, Soyimah kemudian berjualan pakaian keliling dari pasar ke pasar. Tak hanya itu, ia pun berjualan kain yang apkir milik pabrik. Saat terjadi  kerusuhan di Kota Solo tahun 1998, ia malah berjaya karena bisa mendirikan konveksi pakaian. Namun lantaran krisis ekonomi, ia kembali bangkrut sehingga rumah dan beberapa toko miliknya terpaksa dijual.

Baca juga: Syukuran Kemenangan Jokowi-Maruf, Komunitas Difabel Solo Raya Tumpengan

Tak hanya pailit, Sahid yang memiliki lima anak dan 14 cucu, pada saat itu Istri dan anaknya mengalami kecelakaan hingga dua anak sakit bersamaan. Sejak 2008, ia kemudian memilih usaha permak pakaian, sementara istrinya berjualan pakaian dari rumah ke rumah.

Setiap hari Sahid membuka jasa usaha permak pakaiannya meski hari libur asalkan dia sehat.

Sebelum digusur Satpol PP, saat tempat usahanya berbentuk rumah, pendapatannya dalam sehari bisa mendapatkan uang hingga Rp 100 ribu. Uang tersebut digunakan untuk mencukupi kebutuhan makan ia dan istrinta,

Tak hanya menerima jasa permak pakaian, Sahid juga menjual celana kolor pendek dengan harga murah. Celana pendek itu dibuatnya saat order permak baju dan celana di kiosnya sepi.

"Buat celana kolor lebih mudah. Ukurannya bisa dikira-kira," jelas Sahid.

Di lokasi inilah Pak Sahid menjalani aktifitasnya sebagai tukang permak baju dan celana meski usianya sudah renta.KOMPAS.COM/MUHLIS AL ALAWI Di lokasi inilah Pak Sahid menjalani aktifitasnya sebagai tukang permak baju dan celana meski usianya sudah renta.

Bagi Sahid, biaya permak celana dan baju bervariasi mulai Rp 15 ribu hingga Rp 20 ribu. Murah tidaknnya biaya permak tergantung tingkat kesulitannya. Bila mudah, maka ongkos permah bisa di bawah Rp 15 ribu.

Meski usianya sudah senja, Sahid jarang menggunakan kacamata. Ia baru menggunakan kacamata, saat mengerjakan pekerjaan yang sulit. Ia  juga mengaku tetap bekerja di usia senja, selain untuk mencukupi kebutuhannya sehari hari, juga agar  tubuhnya bisa bergerak.

“Kalau hanya berada di rumah tanpa aktifitas rutin, malah mudah terserang penyakit,” kata Sahid.

Baca juga: Adhi Karya Desak Lelang Tol Solo-Yogyakarta Segera Dilaksanakan

Meski penghasilannya pas-pasan, bapak dari lima anak ini ini selalu merasa bahagia. Menurutnya, bila menerima dan bahagia dengan apa yang didapatkan, badan akan menjadi sehat dan selalu diberkati Tuhan.

Sahid bercerita, walaupun saat ini hanya tinggal dengan istrinya, sesekali dia meminta anak-anaknya untuk datang ke rumahnya dan makan bersama-sama.

"Meski saya sudah tua tetapi belum saatnya anak-anak memikirkan kami. Terkecuali, saya dan istrinya tidak sanggup lagi bekerja maka anak-anak yang harus merawat kami. Selama saya masih bisa bekerja mereka tidak usah membawa apa-apa, kalau ke rumah" ungkap Sahid.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com