Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jelajah Literasi, Antologi Kisah 20 Taman Baca Penggerak Mimpi Anak-anak

Kompas.com - 25/09/2018, 14:22 WIB
Caroline Damanik

Editor

KOMPAS.com - “Aku rela di penjara asalkan bersama buku, karena dengan buku aku bebas” – Moh Hatta

Bagi Hatta, badan boleh dikekang, tetapi tidak dengan pikiran. Oleh karena itu, selama menjalani masa pengasingan di Digul, Papua, Hatta rajin membaca buku-buku yang diperbolehkan dibawa dari Jakarta.

Membaca merupakan jalan masuk menuju kebebasan, bebas dari belenggu kepicikan dan kebodohan, bebas dari terlalu cepat puas dan rasa tidak berdaya.

Gufran A Ibrahim, Ketua Pokja Literasi Membaca Menulis, Gerakan Literasi Nasional, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, dalam artikel berjudul "PISA dan Daya Baca Bangsa" yang pernah tayang di Harian Kompas, 29 April 2017, menyebutkan bahwa “kebiasaan” dan “kebisaan” membaca untuk anak-anak merupakan pintu masuk untuk memahami “rimba” semantik multiteks.

Masa depan bangsa ditentukan wawasan generasi mudanya yang diperoleh dari kegiatan membaca dan cara mereka menerjemahkannya dalam moral dan etika di tengah masyarakat.

Berdasarkan data penilaian terakhir atas budaya literasi dalam Program for International Students Assessment (PISA) terhadap 72 negara yang digelar tiga tahun sekali ini, indeks literasi membaca Indonesia naik, tetapi hanya satu poin, yaitu dari 396 (2012) ke 397 (2015).

Keluhan tentang rendahnya budaya literasi di Indonesia merupakan lagu lama. Dari puluhan tahun lalu, lagu itu terus mengalun sendu. Pemerintah terus dituntut soal pemerataan.

Keluhan demi keluhan soal minat baca generasi muda yang rendah terus didengungkan. Padahal, persoalannya tidak semata soal minat membaca buku, tetapi juga akses terhadap buku dan keberadaan orang-orang yang rela memberi diri untuk menumbuhkan minat baca terhadap anak.

Mereka bisa jadi orangtua, guru, kerabat, kakak atau abang atau orang yang sebelumnya sama sekali tidak dikenal, tetapi merelakan dirinya untuk membangun kesadaran anak-anak tentang penting dan menariknya kegiatan membaca buku.

"Orang-orang tidak dikenal" ini bergerak karena alasan sederhana, ingin anak-anak atau generasi muda di daerahnya bisa bebas dari persoalan yang kerap membelenggu, mulai dari kemiskinan hingga perdagangan orang.

Mereka ini bisa jadi ada di kota, pinggiran, atau di suatu pelosok yang orang dewasa sekalipun belum tahu lokasinya di Indonesia. Tetapi mereka terus bergerak, baik dalam sebuah komunitas atau secara pribadi, memberi kaki pada mimpi-mimpi baru di pelosok Nusantara.

Kolaborasi

Dirjen PAUD dan Pendidikan Masyarakat Kemendikbud Harris Iskandar menyatakan bahwa pihak pemerintah sangat mengapresiasi setiap kegiatan yang bertujuan meningkatkan minat baca, baik yang dilakukan perorangan maupun komunitas.

Menurut dia, untuk menjawab tantangan meningkatkan budaya literasi di Indonesia, kolaborasi adalah salah satu kunci utama, kolaborasi antara pemerintah, guru atau komunitas penggerak literasi, produsen buku, juga perusahaan yang peduli pada isu ini.

Salah satu bentuk kolaborasi yang dinilai baik oleh Kementerian, lanjut dia, adalah kegiatan Gramedia Reading Community Competition (GRCC) yang digelar oleh PT Gramedia Asri Media.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com