Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hasil Pemeriksaan Psikiater terhadap Penganiaya Pengurus Ponpes di Bandung

Kompas.com - 30/01/2018, 07:19 WIB
Agie Permadi

Penulis


BANDUNG, KOMPAS.com - Ketua Komite Etik Dokter RS Sartika Asih sekaligus dokter spesialis kesehatan jiwa, Leony Widjaja, mengatakan, pelaku penganiaya pengurus pondok pesantren (ponpes) di Kabupaten Bandung, yakni A (55), diduga sakit jiwa. Bahkan, menurut keterangan keluarga kepadanya, pelaku mendapatkan gangguan jiwa sejak 15 tahun lalu.

Leony mengatakan, dari hasil pemeriksaan selama dua hari sejak tanggal 28-29 Januari 2018 dan wawancara sementara dari penyidik kepolisian dengan warga sekitar, didapatkan informasi bahwa pelaku A tinggal di madrasah yang jaraknya 200 meter dari tempat kejadian perkara (TKP) atau Masjid Al-Hidayah, tempat penganiayaan terhadap KH Umar Basri alias Ceng Emon (60).

"Karena perilaku pasien baik maka pasien diizinkan tinggal di madrasah dan dipekerjakan untuk bersih-bersih," kata Leony dalam rilis pelaku penganiayaan pengurus ponpes di Rumah Sakit Bhayangkara Sartika Asih, Kota Bandung, Senin (29/1/2018).

Dari informasi yang didapatkannya, pelaku juga menjalankan ibadah setiap harinya. Bahkan setiap tiga hari sekali pelaku ini pulang ke Garut.

"Setiap hari pasien menjalankan ibadah, tapi kadang tampak ritualnya salah," ujarnya.

Sehari sebelum datang ke RS, lanjutnya, pelaku menganiaya korban di Masjid Al-Hidayah.

"Saat subuh pasien datang, awalnya ikut berjemaah, tapi tiba-tiba berteriak 'Pinarakaeun' (bakal neraka), kemudian tenang kembali. Setelah lampu dipadamkan, tinggal korban dan pasien, dan diketahui korban dianiaya," jelasnya.

Baca juga: Diduga Penganiaya Pengurus Ponpes di Bandung Diamankan dan Diperiksa Kejiwaannya

Bahkan berdasarkan pemeriksaan fisik saat masuk rumah sakit, pelaku menderita darah tinggi dan terdapat luka memar dan lecet di tangan kanannya.

Lebih lanjut, Leony mengatakan bahwa pelaku memiliki riwayat pernah dirawat di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat dari tanggal 26 Juni-24 Juli 2017.

"Riwayat pengobatan tak teratur, berdasarkan keterangan keluarga, yang bersangkutan memiliki gangguan jiwa berat sejak 15 tahun lalu," ucapnya.

Sementara pada saat wawancara, kata Leony, pelaku terlihat duduk tenang, tetapi perilakunya kurang sopan serta tidak dapat menjawab pertanyaan.

"Kata-katanya juga tidak nyambung, perhatian mudah teralihkan, roman muka tampak bermusuhan, dan kadang berbicara sendiri. Sikap terhadap pemeriksa pun kurang kooperatif dan kurang menjawab pemeriksa," paparnya.

Selama wawancara, lanjutnya, pelaku dapat menjawab pertanyaan, tetapi tidak nyambung dan idenya berpindah-pindah.

"Kemudian ditemukan pesan ada halusinasi, pikiran bentuknya tidak dapat membedakan dunia khayal dan dunia nyata. Jalan pikirannya tidak nyambung, tidak beraturan, dan tidak konsisten, kadang melompat-lompat," kata Leony.

"Isi pikiran terdapat ide pikiran dan kadang merasa bersalah," tuturnya.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com